Sabtu, 26 Juli 2014

Irigasi di Rejosari


Sempat tidak percaya ketika istri saya bilang bahwa irigasi ini berasal dari Kedungombo yang fenomenal itu (fenomenal yang saya maksud di sini karena kasus-kasus yang melingkupi asal-muasal pembuatannya benar-benar membuat rasa kemanusiaan teriris). Kira-kira, berapa kota yang harus dilaluinya? Berapa lama penggarapannya? Bagaimana perasaan para korban penggusuran waduk Kedungombo saat mengetahui bahwa ternyata pengorbanan mereka juga menghidupi banyak(ribuan jiwa) petani? Bahkan, kebanyakan petani di Rejosari menggantungkan hidupnya dari sektor ini, dan mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi. (Pada kesempatan lain saya juga bertanya-tanya--ketika tahu bahwa hasil dari bertani ternyata lumayan--mengapa Demak bisa dikategorikan sebagai daerah tertinggal-dengan indikasi upah UMR yang rendah?)
Saya baru percaya bahwa irigasi ini ada sangkut-pautnya dengan Kedungombo ketika mertua saya menyebut-nyebut itu, dan kepala desanya membenarkan. Betapa ajaibnya! pikir saya.
Gara-gara frame inilah, tanpa sengaja saya 'terhamili' sebuah ide untuk cerpen dengan judul "Jauh Hingga Kedungombo". Hmmm...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar