Rabu, 16 Juli 2014

Dari Koin Hingga Nisan Warisan Majapahit



Dari Koin Hingga Nisan Warisan Majapahit




Judul Buku  :  Fakta Mengejutkan Majapahit Kerajaan Islam
Penulis         :  Herman Sinung Janutama
Penerbit       :  Penerbit Noura Books
Cetakan       :  Pertama, April  2014
Tebal           :  XX + 184 halaman
ISBN           :  978-602-1606-48-3

Louis-Charles Damais adalah seorang profesor sejarah antropologi asal Perancis yang mempertanyakan beberapa tesis tentang Nuswantara, antara lain perihal terjadinya penaklukan para petualang ‘Hindu’ ke Nuswantara. Mereka lari dari negeri asal ke Nuswantara karena satu dan lain hal, di mana tesis ini tak pernah memiliki argumen proporsional. Faktanya, di Nuswantara tak terdapat peninggalan ‘bahasa’ kaum Hindu. Justru yang menonjol adalah kosakata Sanskerta yang memperkaya bahasa-bahasa Melayu Kuno, Jawa Kuno, dan Bali Kuno. Bahasa Sanskerta ini asalnya bukan dari para pendatang Hindu, melainkan berasal dari kitab-kitab kuno yang dibaca orang Nuswantara zaman dulu (halaman 8). Istilah Hindu yang digunakan sejarawan Belanda merujuk pada istilah hindoesh, Indische, Indie, atau Indo, serta prasasti-prasasti yang mengesankan bahwa kebudayaan Nuswantara berutang budi pada masyarakat Hindu, juga keanehan-keanehan pada sejumlah tesis yang melahirkan asumsi Hinduisme ini ditentang keras oleh Damais dengan banyak argumen kuat.
Segaris dengan Damais yang menyatakan bahwa dominasi politik orang-orang India (yang konon beragama Hindu atau Buddha) adalah suatu ketidakmungkinan, dengan amat runtut, dalam buku ini Herman bertutur tentang beberapa bukti prasasti dan dokumen kuno yang ‘menentang’ perihal kesalahan sejarah yang menyatakan bahwa garis besar sejarah Nuswantara bercorak Hindu-Buddha. Misalnya dalam Jangka Jayabaya yang menyebutkan fakta bahwa orang-orang pertama yang datang ke Nuswantara adalah para utusan Nabi Ibrahim a.s. Jangka Jayabaya yang selama ini dikenal sebagai ramalan, sebenarnya adalah semacam Garis Besar Haluan Negara yang rentang waktuya sangat panjang (sekitar 2100 tahun) dan memiliki periodisasi, yakni sejak orang Nuswantara masih memegang millatu Ibrahim hingga kemudian memeluk agama Muhammad. Menurut bahasa, Jangka Jayabaya sendiri memiliki arti sebagai ekstrapolasi profetik yang dapat menghindarkan (penganutnya) dari bencana (halaman 14).
Berdasarkan Jangka tersebut Herman kemudian memaparkan perihal corak Islam Nuswantara yang berbeda dengan daerah asalnya. Perjalanan Islam di Arab yang dalam perjalanannya justru melenceng dari keasliannya, memiliki karakter dengan dengan capaian-capaian yang semata bersifat politik dan harta benda semata. Beda dengan karakter Islam Nuswantara yang indah dan santun, mengutamakan kezuhudan seperti para pendeta, tetapi gagah berani seperti kesatria.
Dalam penelitiannya kemudian, pekerja budaya dan pemerhati filsafat ini juga menemukan fakta lain perihal keIslaman Majapahit yang selama ini dikenal sebagai kerajaan Hindu-Buddha terbesar di Nuswantara abad XIII-XV Masehi. Bukti nyatanya ditemukan dalam koin emas alat transaksi perdagangan di Majapahit yang bertuliskan ‘La Ilaaha Illa Allah Muhammad Rasulullah’. Begitu juga lambang kerajaan Majapahit yang memuat delapan unsur penting Islam yang terpahat dalam Bahasa Arab, yaitu Shifat, asma, ma’rifat, Adam, Muhammad, Allah, tauhid, dan dzat (lambang ini dapat juga dilihat pada sampul sebuah buku karya sejarawan Perancis, Denys Lombard, terutama jika diperhatikan secara terbalik). Beberapa situs makam para petinggi kerajaan Majapahit yang pada nisannya tercantum inskripsi berhuruf Arab yang merupakan simbolisasi pesan tertentu juga menguatkan pendapat Herman. Di samping bahwa  Majapahit sebenarnya juga telah menjalin hubungan dengan beberapa kerajaan Islam/kesultanan di Swarnabhumi. Bagaimana pertalian keIslaman Nuswantara dengan pusat Islam di Arab dan China kemudian juga dipaparkan secara lengkap dan runtut dalam sebuah bagan.
Yang kemudian penting juga dicatat dari buku ini adalah keberaniannya membongkar sejumlah nama-nama penting dalam sejarah yang sebelumnya diidentikkan sebagai pemeluk Hindu. Pembongkaran dari sudut pandang yang berbeda dan disertai dengan bukti-bukti autentik, menjadikan buku ini bagian dari sejarah arus bawah yang patut diperhitungkan. Tentu saja, sejarah bisa berubah dari pendapat pertama ke pendapat berikutnya bila ditemukan data baru yang tepercaya.*

(Jawa Pos, 25 Mei 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar