Mahir Membaca Arab Gundul dengan Metode
Hikari
Judul Buku : Pintar
Membaca Arab Gundul dengan Metode Hikari
Penulis :
Agus Purwanto
Penerbit :
Penerbit Mizania
Cetakan :
Pertama, September 2014
Tebal :
272 halaman
ISBN :
978-602-1337-17-2
Hikari adalah nama kereta api cepat di Jepang. Hiroshima – Tokyo yang berjarak sekitar 1.000
km ditempuh dalam waktu 13 jam oleh kereta api biasa, namun dengan Hikari hanya
dibuthkan waktu sekitar 5,5 jam. Dalam Bahasa Jepang sendiri, hikari memiliki makna cahaya, di mana
kecepatan cahaya hanya dapat dikalahkan oleh kecepatan pikiran yang sekejap
mata. Rupanya, spirit inilah yang digunakan penulis ketika merumuskan metode
ini. Menganalogikannya dengan orang yang ingin belajar naik sepeda motor, cara
mengajari yang paling efektif adalah menyediakan sepeda motor, memberikan
penjelasan seperlunya tentang apa, bagaimana, dan mana yang starter, kopling,
dan rem. Beri contoh penggunaannya, dan minta dia mencobanya. Keterangan
lain-lain dapat diberikan kemudian bila diperlukan atau dia akan mempelajarinya
sendiri sesuai kebutuhan. Begitulah metode yang digunakan Agus. Ia memberikan
penjelasan singkat, misalnya tentang kata dalam Bahasa Arab dan jenisnya,
contoh, lalu latihan. Istilah-istilah rumit dalam pelajaran Nahwu – Sharaf
(gramatikal Bahasa Arab) telah disederhanakan sedemikian rupa tanpa harus
kehilangan substansinya (hal. 18). Materi yang semula berasal dari apa yang
Agus ajarkan kepada murid-murid Jepang-nya ini, akhirnya dapat disajikan kepada
khalayak pembaca setelah ada penerbit yang merasa perlu metode ini disebarkan
secara meluas.
Namun Agus sudah mengingatkan, bahwa poin yang dibidiknya
hanyalah agar pengguna metodenya ini dapat membaca buku-buku atau tulisan Arab
tanpa harakat dengan maknanya (pengguna pasif), bukan membuat kalimat atau
berbahasa Arab secara aktif. Dua hal tersebut terkesan sama, namun sebenarnya
memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Misi untuk dapat membaca tulisan
berarti tulisannya telah tersedia, lalu tinggal menganalisis struktur bahasa
dan implikasi maknanya. Sedangkan untuk membuat kalimat, harus berangkat dari
nol serta harus menyediakan kata, lalu menyusunnya menurut kaidah dan sesuai
dengan makna yang kita inginkan (hal. 19).
Yang menjadi nilai lebih dari buku ini adalah apa yang
menurut Agus penting untuk diketahui oleh seseorang yang ingin dapat membaca
Arab gundul. Pertama, memahami kaidah tata bahasa Arab (Nahwu- Sharaf).
Kelebihan itu bisa dilihat dari cara Agus mengganti beberapa istilah dalam
Nahwu atau Sharaf ke dalam Bahasa Indonesia sehingga mudah dipahami, semisal;
hukum perubahan kata (i’rab), atau gandengan
yang dalam Nahwu terdapat empat jenis yakni, sifat (na’at), pengganti (badal),
penegas (taukid), dan sambungan (‘athaf), perubahan-perubahan dalam kata
kerja (fi’il) serta bentuk-bentuk
lainnya berdasar kedudukan, dsb. Contoh diberikan dalam setiap kasus, sehingga
memudahkan untuk memahami secara total. Dalam penyusunan bab demi bab tampaknya
Agus juga tak mau bergeser dari metode kitab-kitab klasik, yakni dimulai dari
pengenalan kata, pengenalan kalimat, pengenalan perubahan kata, baru kemudian
melompat ke pelengkap kalimat secara berurut. Kedua, perbendaharaan kata yang
cukup. Agar seseorang dapat membaca tulisan Arab gundul, kira-kira enam puluh
persen ditentukan oleh faktor perbendaharaan kata dan empat puluh persen oleh
tata bahasa (hal. 27). Buku ini telah mengantisipasinya dengan melengkapi
daftar kata disertai makna dalam setiap babnya. Tentu, kamus tak bisa
ditinggal. Kaidah-kaidah Nahwu – Sharaf juga telah disesuaikan dengan keadaan
dan atmosfer dunia mahasiswa, atau orang dewasa (dengan kemampuan menyerap serta
menganalisis secara cepat). Penggabungan cara belajar Nahwu – Sharaf secara
langsung begini, membuat materi pembelajaran gramatika bahasa Arab jadi
terlihat utuh dan padu. Berbeda dengan sistem pembelajaran di madrasah-madrasah ibtidaiyyah yang
memisahkan Nahwu dengan Sharaf, sehingga kadang muncul pertanyaan dari siswa,
untuk apakah mereka harus mempelajari dua mata pelajaran itu.*
(Nur Hadi, Kabar Probolinggo, Rabu, 29 Oktober 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar