Senin, 27 Februari 2017

Takdir dan Cinta



Takdir dan Cinta



Ibuku adalah lautan tak bertepi. Hilir segala keluh kesah kami anak-anaknya. Kami anak-anaknya adalah sungai-sungai kecil yang sering mengangkut berbagai sampah dan membuangnya ke lautan Ibu. Bahkan termasuk Bapak.
Kakakku, enggan sekolah, enggan bekerja, dan lebih memilih menjadi kelelawar Malioboro. Banyak sampah sering dibawanya pulang. Pernah digebuki preman karena merampas ladang mengamen orang. Pernah digaruk polisi karena mabuk cimeng. Puncaknya adalah ketika ditinggal pergi pacarnya, sampai-sampai kakakku benar-benar menjadi sampah yang mengotori rumah. Suatu hari tiba-tiba saja dia berubah menjadi banteng ketaton, membuat remuk dan pecah segala yang terjamah. Akhirnya kami terpaksa memborgol tangan kakinya dan lalu menyeretnya ke RSJ. Kini, tiap bulan ia harus rutin ke sana guna mengontrol perkembangan psikisnya. Siapa pula yang harus terperas jiwa raganya kalau bukan Ibu?

Selasa, 21 Februari 2017

Kesatria Kuda Terbang



Kesatria Kuda Terbang



“Lihat, ada kuda terbang di atas sana!”
Kami yang berada dalam warung spontan berhamburan keluar.
“Cuma yang punya rabun mata yang tak bisa melihatnya!” seru lelaki itu lagi. Membuat kami yang sudah telanjur keluar warung acuh dari tawa.
 “Ya Tuhan, betapa warnanya bak cahaya!!” seru seorang pemuda sembari menunjuk ke arah langit. Membuat kedua mataku menyipit ke arah awan-gemawan. Orang-orang yang masih bertahan dalam toko akhirnya tak dapat menahan rasa penasaran.
“Ini benar-benar anugerah besar,” sahut lelaki itu. Sosok yang kemudian menyembulkan tanya dalam benakku. Dia jelas bukan salah seorang warga desaku.

Rabu, 01 Februari 2017

Jangan Membenci Nasihat



Jangan Membenci Nasihat





Jangan membenci nasihat
Sebab ia terlahir memang untuk menasihati
Betapa pun ia tak ingin menasihati
Dan hanya berniat keluar rumah
 jalan-jalan pagi