Rabu, 16 Desember 2015

Kisah Konspirasi dalam Istana Topkapi



Kisah Konspirasi dalam Istana Topkapi




Judul Buku  :  Kudeta Pasukan Yeniceri
Penulis         :  Jason Goodwin
Penerjemah  :  Zia Anshor
Penerbit       :  Penerbit Serambi Ilmu Semesta
Cetakan       :  Pertama, April 2015
Tebal           :  435 halaman
ISBN           :  978-602-290-039-9


Mungkin sebagian Anda akan merasa asing ketika mendengar Pasukan Yeniceri. Yeniceri adalah pasukan elit pengawal pribadi sultan Turki dari abad ke-14 hingga 1826. Para anggotanya direkrut dari orang-orang Kristen wilayah Balkan. Korps ini dibubarkan sebagai bagian dari reformasi Turki pada abad ke-19, atau lebih tepatnya diberangus oleh kesatuan Garda Baru tepat pada 16 Juni 1826, lantaran kondisi mental pasukan tersebut yang sudah berkembang menjadi mafia bersenjata, meneror para sultan, petantang-petenteng di jalan-jalan Istanbul, merusuh, membakar, menjarah, dan memeras, tanpa tersentuh hukum (hal. 12).
Dengan piawai Jason Goodwin—yang terpukau pengaruh Turki Utsmani di Eropa Timur—meramu cerita fiktif detektif, fakta historis, kisah asmara, bumbu humor, serta petualangan seru. Tokoh kasim istana, yang bernama Yashim, sengaja digunakan demi agar pembaca bisa diajak leluasa keluar masuk istana kesultanan, melongok bagaimana kondisi kehidupan para penghuninya, sampai ke kondisi kehidupan di luar istana yang tampak terabaikan oleh pihak istana. Di samping untuk memasukkan bumbu ‘humor dewasa’, seorang lelaki yang sudah dikebiri ternyata bisa menjalin hubungan diam-diam dengan istri Duta Besar Perancis. Dari perempuan inilah Yashim menemukan petunjuk pelengkap mengenai siapa sesungguhnya yang hendak melakukan makar terhadap kekuasaan Sultan Mahmud.
Pada mulanya adalah pembunuhan terhadap salah seorang selir Sultan dan terbunuhnya empat prajurit Garda Baru. Cerita mengalir seiring penyelidikan Yashim sang kasim istana. Semua petunjuk yang didapatkan Yashim jelas-jelas menunjuk ke arah Pasukan Yeniceri sebagai tersangka utama. Yashim mencatat, para anggota korps Yeniceri yang masih tersisa dan sembunyi di balik status warga biasa, masih menyimpan dendam terhadap pihak Istana. Mereka masih berkumpul di balik organisasi yang dinamakan serikat para penjual sup. Yashim sendiri hampir saja terperangkap dalam taktik pengambinghitaman dengan tersangka utama Pasukan Yeniceri (hal.353). Dalam rentang penyelidikan ini, Yashim justru diperlihatkan dengan kondisi realita rakyat yang terabaikan.
Tengoklah saja jejak karir sang kadi pasar Karkoporta yang sudah bekerja selama dua puluh tahun dan terkenal dengan ketegasannya. Seorang tukang daging yang menggunakan timbangan curang dihukum gantung di depan tokonya sendiri. Pedagang buah yang berbohong tentang asal buah yang dijualnya dihukum potong kedua tangan. Para pedagang menganggap sang kadi terlalu banyak mengatur, tapi dalam memikirkan cara terbaik menghadapi sang kadi, mereka terpecah. Sekelompok kecil berniat bersekongkol dan mengajukan pengaduan yang menyangkut sang kadi, dan diharapkan pengaduannya cukup parah sehingga membuat nama sang kadi tercoreng selamanya. Tapi sebagian besar memilih angkat bahu dan bersabar dengan polah sang kadi yang sebenarnya sedang ‘menyodorkan harga’. Dan memang, nasib sang kadi ini pun kemudian takluk oleh suap (hal. 332).
Fakta-fakta historis seperti keroposnya kekuasaan para penerus kesultanan Turki Utsmani dipotret secara gamblang. Pengkhianatan dari Kislar Agha—sang kepala kasim—menggambarkan hal itu. Meski kemudian api kecil ini dapat dipadamkan, tak pelak, sosok Sultan yang tak memiliki wibawa tersingkap halus (hal. 395). Kemelut yang terjadi di kediaman para harem, seolah menjadi sebuah penyimbolan bahwa sang Sultan tengah tenggelam dalam ketiak para perempuan.
Seberapa banyakkah Istanbul berubah setelah lenyapnya Yeniceri? Benarkah lenyapnya Yeniceri membawa banyak kebaikan, atau justru sebaliknya? Setelah hilangnya Yeniceri, tak ada lagi yang bisa menahan sultan selain rasa takut terhadap intervensi asing (hal. 316). Puncaknya ketika akhirnya Yashim berhasil menemukan dalang di balik semua kerusuhan itu, bahwa kesultanan Turki sebenarnya sudah diincar oleh pihak-pihak lain dengan memanfaatkan kondisi istana yang rapuh di dalam.*

(Nur Hadi, Koran TEMPO, Minggu 13 Desember 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar