Ibu Penyu yang Pemberani
Wajah Miyu, si ibu penyu itu, berubah khawatir begitu melihat perubahan langit
yang terjadi dengan begitu cepatnya. Dari yang tadi cerah, mendung kemudian
berduyun-duyun datang di atas laut. Mengundang kilat yang sesekali membelah
langit, dan ombak yang tiba-tiba menjadi besar.
Bukan soal dirinya yang kini tengah terapung-apung di tengah lautan
lepas. Ombak yang tiba-tiba mengganas juga tak dihiraukannya. Miyu memutuskan
mengakhiri pencarian makanan untuk hari itu. Ia harus segera pulang ke pantai
untuk membawa anak-anaknya ke tempat yang nyaman. Dari tempatnya sekarang ia
bisa melihat bahwa mendung tebal juga menggantung di atas pantai tempat di mana
anak-anaknya berada. Miyu khawatir jika nanti ombak pantai semakin besar,
ditambah hujan deras, membuat beberapa anaknya terseret dan lalu terjebak arus
laut. Di puncak musim penghujan seperti ini ia memang tak mengizinkan mereka
turun ke laut sendirian.
Dengan gesitnya Miyu berenang melewati gelombang laut yang mengganas.
Sesekali ia menyelam, melesat di antara arus laut. Sesekali ia juga menyembul
ke permukaan, mengambil napas dan mengumpulkan tenaga kembali.
Miyu mendengar suara sayup-sayup itu. Sejenak ia kembali menyelam.
Menajamkan pendengaran. Hingga akhirnya ia benar-benar yakin bahwa ada yang
sedang membutuhkan pertolongannya.
Beberapa menit kemudian ia melihat itu. Seekor ikan sarden muda yang
tampaknya telah lepas dari rombongan dan tengah dikejar-kejar oleh seekor anak
hiu.
Miyu mematung sejenak. Menatap langit dari dalam laut. Setelah yakin
bahwa hujan belum tumpah ruah, tanpa pikir panjang lagi ia segera melesat ke
arah sarden muda yang malang
itu. Hanya dalam hitungan beberapa menit…
“Ayo masuk!” teriak Miyu begitu berhasil menjejeri sarden muda yang susah
payah melarikan diri dari kejaran anak hiu.
Semula si sarden muda itu ragu saat melihat satu kaki Miyu yang sudah
ditarik ke dalam tempurungnya sehingga tersedia lubang untuk masuk ke sana. Namun begitu anak
hiu itu sudah begitu dekat dengan mereka, hup! Akhirnya si sarden muda masuk
saja ke lubang kaki penyu itu.
“Apapun yang terjadi, jangan keluar dari sini hingga aku menyuruhmu
keluar!” terdengar suara dari dalam tempurung yang gelap.
Miyu terus melesat. Ia sengaja berenang secara zig-zag demi mengecoh si
anak hiu. Sayangnya ia kalah waktu, karena tadi sempat berhenti saat sarden
muda terlihat ragu dengan idenya ini.
Miyu memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam tempurung ketika ia rasa sudah
tak mampu lagi menghindar. Beberapa detik kemudian ia merasakan sesuatu yang
menahan tempurungnya. Seperti ada suara gemeretak gigi-gigi. Lalu tubuhnya
seperti dihempas-hempaskan dengan begitu kerasnya. Dan setelah itu ia pun tak
tahu apa-apa lagi…
* * *
Dengan sisa-sisa tenaganya Miyu coba berenang ke pantai. Entah berapa
lama ia pingsan. Ia merasa telah begitu lama meninggalkan rumah, meninggalkan
anak-anaknya. Dan jikalau bukan karena teringat akan anak-anaknya yang tinggal
di pantai, mungkin ia takkan terlalu memaksakan tubuh seperti ini.
Ketika Miyu menyembul di permukaan laut, ombak sudah lebih tenang, langit
sudah tampak kebiruan, meski mendung belum sempurna terusir dari sana. Ia teringat dengan
si sarden muda yang pernah ia tolong. Semoga saja selamat, meski tak tahu
bagiamana nasibnya sekarang. Saat Miyu siuman, si sarden muda sudah tak lagi
bersamanya.
Miyu sampai di pantai tepat ketika cahaya berada di atas kepala. Alangkah
bahagianya ia ketika kembali melihat anak-anaknya yang tak kekurangan suatu
apa.
“Saat ombak pantai membesar, kami bersembunyi di bawah pandan-pandan itu,
Ibu. Menunggu sampai Ibu pulang,” cerita Roki, anak yang paling sulung.
Hanya saja beberapa anaknya yang lain ternyata enggan menyambutnya.
Mereka beranggapan bahwa Miyu telah tega mengabaikan keselamatan anak sendiri.
Semua makanan yang telah susah payah dikumpulkan Miyu juga telah hilang
terseret arus laut, sehingga ia tak bisa menceritakan apa yang telah terjadi
padanya.
Tapi kesedihan itu hanyalah sebentar saja. Ketika beberapa kerang laut
yang menepi ke pantai guna menghangatkan tubuh mengetahui hal itu, serta-merta
mereka beranjak mendekati anak-anak Miyu yang tak tahu diri.
“Hai, anak-anak penyu! Tak tahukah kalian bahwa sebenarnya ibu kalian
adalah perempuan yang hebat?!”
Kerang yang memiliki cangkang seperti terompet kecil itupun kemudian
menceritakan keberanian Miyu saat menyelamatkan seekor ikan sarden muda. Sarden
muda itu telah selamat kembali kepada rombongannya. Semula ia berniat menunggu
hingga Miyu siuman. Tapi begitu ia kembali ditemukan oleh beberapa rekan
serombongan, sarden muda itupun akhirnya meninggalkan Miyu yang diketahuinya
masih pingsan. Dan cerita ini pun kemudian menyebar di sepanjang perjalanan
sarden muda itu.
“Benarkah itu, Bu?” tanya Riko yang tampaknya mulai menyesal setelah
mendengar cerita itu.
Miyu mengangguk dengan senyum. Ia tak mau menyalahkan mereka. Bahkan
dengan senang hati ia ceritakan ulang apa yang pernah dialaminya itu kepada anak-anaknya,
seraya menasihati agar mereka tak mudah berprasangka buruk dalam setiap
kondisi.***
(Nur Hadi, Dimuat dengan sedikit perubahan di PERMATA Lembar Anak Majalah UMMI
Edisi No. 6/XXVII/Juni 2015)
Ilustrasi; Pinterest.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar