Senin, 07 Desember 2015

Ibu Penyu yang Pemberani



Ibu Penyu yang Pemberani



Wajah Miyu, si ibu penyu itu, berubah khawatir begitu melihat perubahan langit yang terjadi dengan begitu cepatnya. Dari yang tadi cerah, mendung kemudian berduyun-duyun datang di atas laut. Mengundang kilat yang sesekali membelah langit, dan ombak yang tiba-tiba menjadi besar.
Bukan soal dirinya yang kini tengah terapung-apung di tengah lautan lepas. Ombak yang tiba-tiba mengganas juga tak dihiraukannya. Miyu memutuskan mengakhiri pencarian makanan untuk hari itu. Ia harus segera pulang ke pantai untuk membawa anak-anaknya ke tempat yang nyaman. Dari tempatnya sekarang ia bisa melihat bahwa mendung tebal juga menggantung di atas pantai tempat di mana anak-anaknya berada. Miyu khawatir jika nanti ombak pantai semakin besar, ditambah hujan deras, membuat beberapa anaknya terseret dan lalu terjebak arus laut. Di puncak musim penghujan seperti ini ia memang tak mengizinkan mereka turun ke laut sendirian.
Dengan gesitnya Miyu berenang melewati gelombang laut yang mengganas. Sesekali ia menyelam, melesat di antara arus laut. Sesekali ia juga menyembul ke permukaan, mengambil napas dan mengumpulkan tenaga kembali.
“Tolong… tolong…!”

 
Miyu mendengar suara sayup-sayup itu. Sejenak ia kembali menyelam. Menajamkan pendengaran. Hingga akhirnya ia benar-benar yakin bahwa ada yang sedang membutuhkan pertolongannya.
Beberapa menit kemudian ia melihat itu. Seekor ikan sarden muda yang tampaknya telah lepas dari rombongan dan tengah dikejar-kejar oleh seekor anak hiu.
Miyu mematung sejenak. Menatap langit dari dalam laut. Setelah yakin bahwa hujan belum tumpah ruah, tanpa pikir panjang lagi ia segera melesat ke arah sarden muda yang malang itu. Hanya dalam hitungan beberapa menit…
“Ayo masuk!” teriak Miyu begitu berhasil menjejeri sarden muda yang susah payah melarikan diri dari kejaran anak hiu.
Semula si sarden muda itu ragu saat melihat satu kaki Miyu yang sudah ditarik ke dalam tempurungnya sehingga tersedia lubang untuk masuk ke sana. Namun begitu anak hiu itu sudah begitu dekat dengan mereka, hup! Akhirnya si sarden muda masuk saja ke lubang kaki penyu itu.
“Apapun yang terjadi, jangan keluar dari sini hingga aku menyuruhmu keluar!” terdengar suara dari dalam tempurung yang gelap.
Miyu terus melesat. Ia sengaja berenang secara zig-zag demi mengecoh si anak hiu. Sayangnya ia kalah waktu, karena tadi sempat berhenti saat sarden muda terlihat ragu dengan idenya ini.
Miyu memasukkan seluruh tubuhnya ke dalam tempurung ketika ia rasa sudah tak mampu lagi menghindar. Beberapa detik kemudian ia merasakan sesuatu yang menahan tempurungnya. Seperti ada suara gemeretak gigi-gigi. Lalu tubuhnya seperti dihempas-hempaskan dengan begitu kerasnya. Dan setelah itu ia pun tak tahu apa-apa lagi…
*             *          *

Dengan sisa-sisa tenaganya Miyu coba berenang ke pantai. Entah berapa lama ia pingsan. Ia merasa telah begitu lama meninggalkan rumah, meninggalkan anak-anaknya. Dan jikalau bukan karena teringat akan anak-anaknya yang tinggal di pantai, mungkin ia takkan terlalu memaksakan tubuh seperti ini.
Ketika Miyu menyembul di permukaan laut, ombak sudah lebih tenang, langit sudah tampak kebiruan, meski mendung belum sempurna terusir dari sana. Ia teringat dengan si sarden muda yang pernah ia tolong. Semoga saja selamat, meski tak tahu bagiamana nasibnya sekarang. Saat Miyu siuman, si sarden muda sudah tak lagi bersamanya.
Miyu sampai di pantai tepat ketika cahaya berada di atas kepala. Alangkah bahagianya ia ketika kembali melihat anak-anaknya yang tak kekurangan suatu apa.
“Saat ombak pantai membesar, kami bersembunyi di bawah pandan-pandan itu, Ibu. Menunggu sampai Ibu pulang,” cerita Roki, anak yang paling sulung.
Hanya saja beberapa anaknya yang lain ternyata enggan menyambutnya. Mereka beranggapan bahwa Miyu telah tega mengabaikan keselamatan anak sendiri. Semua makanan yang telah susah payah dikumpulkan Miyu juga telah hilang terseret arus laut, sehingga ia tak bisa menceritakan apa yang telah terjadi padanya.
Tapi kesedihan itu hanyalah sebentar saja. Ketika beberapa kerang laut yang menepi ke pantai guna menghangatkan tubuh mengetahui hal itu, serta-merta mereka beranjak mendekati anak-anak Miyu yang tak tahu diri.
“Hai, anak-anak penyu! Tak tahukah kalian bahwa sebenarnya ibu kalian adalah perempuan yang hebat?!”
Kerang yang memiliki cangkang seperti terompet kecil itupun kemudian menceritakan keberanian Miyu saat menyelamatkan seekor ikan sarden muda. Sarden muda itu telah selamat kembali kepada rombongannya. Semula ia berniat menunggu hingga Miyu siuman. Tapi begitu ia kembali ditemukan oleh beberapa rekan serombongan, sarden muda itupun akhirnya meninggalkan Miyu yang diketahuinya masih pingsan. Dan cerita ini pun kemudian menyebar di sepanjang perjalanan sarden muda itu.
“Benarkah itu, Bu?” tanya Riko yang tampaknya mulai menyesal setelah mendengar cerita itu.
Miyu mengangguk dengan senyum. Ia tak mau menyalahkan mereka. Bahkan dengan senang hati ia ceritakan ulang apa yang pernah dialaminya itu kepada anak-anaknya, seraya menasihati agar mereka tak mudah berprasangka buruk dalam setiap kondisi.***



(Nur Hadi, Dimuat dengan sedikit perubahan di PERMATA Lembar Anak Majalah UMMI Edisi No. 6/XXVII/Juni 2015)
Ilustrasi; Pinterest.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar