Minggu, 16 November 2014

Benang Merah antara Jodoh dengan Tahajjud



Benang Merah antara Jodoh dengan Tahajjud




Judul Buku  :  Nyambut Jodoh Via Tahajjud, Yuk!
Penulis        :  Ahfa Waid
Penerbit       :  Penerbit DIVA Press
Cetakan       :  Pertama,  September 2014
Tebal           :  204 halaman
ISBN           :  978-602-255-673-2


Jodoh, rezeki, dan ajal, adalah tiga hal yang sudah ditentukan oleh Allah Swt. Untuk dua perkara yang awal, tentu harus ada usaha untuk menjemputnya. Dengan bahasa yang lincah, cair, dan gaul, buku ini bisa dijadikan panduan bagi remaja yang ingin menyambut atau mempersiapkan diri jelang kedatangan jodoh, bagaimana mengelola rasa cinta sebelum hadirnya sang jodoh, hingga kemudian menata diri setelah pernikahan.
Dimulai dari rasa cinta, yang menurut Erich Fromm terdapat dua modus bagi seseorang dalam mencintai orang lain, yakni; memiliki ataukah menjadi (hal.19). Cinta atas dasar modus memiliki, adalah cinta yang buruk sekaligus menindas. Pada mulanya, mereka akan mati-matian menutupi segala keburukan dan kekurangan dalam dirinya. Namun setelah pujaan hati dimiliki, sedikit demi sedikit tabir kegelapan akan tersibak. Berbeda dengan cinta atas dasar modus menjadi, yang bersifat lebih membebaskan, penuh toleransi, dan lebih memanusiakan. Saling pengertian terhadap pasangan menjadi modus saling mencintai. Cinta terakhir ini, lebih dekat kepada ajaran agama jika kita mengingat bahwa hakikat jodoh itu sendiri adalah amanah, ada tanggungjawab untuk memelihara sesuatu yang dititipkan kepada kita. Amanah itu kemudian selayaknya diwujudkan dalam keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Buku ini mengajak para remaja untuk dengan jernih memandang sisi-sisi yang wajib diperhatikan dalam hal berumah tangga. Bukan hanya soal merawat cinta kasih di antara pasangan. Kehadiran anak, juga disorot, baik dari sisi pertumbuhan fisik, maupun psikologis. Anak adalah tanggungjawab lainnya yang tak boleh diabaikan. Itulah mengapa kedewasaan di antara pasangan mutlak diperlukan, karena menikah bukan hanya semata memikirkan kesenangan pribadi (hal. 33).
Masa-masa menyambut jodoh juga layak dipikirkan, sebab masa ini sedikit banyak juga memiliki pengaruh untuk masa ke depannya kemudian. Dari proses ‘melihat’ calon pasangan hingga kemudian benar-benar muncul niat untuk bersungguh-sungguh melanjutkannya ke jenjang pernikahan. Agama memberikan batas-batas tertentu dalam setiap prosesnya, dengan tujuan agar tak terjerumus kepada hal-hal tercela. Penulis menyarankan bentuk ideal dari perjodohan yang sebaiknya dilakukan, yakni mengacu pada semboyan ‘empat yes’; kita dengan calon kita yes, calon kita dengan kedua orangtua kita yes, kita dengan orangtua calon kita yes, dan orangtua kita dengan orangtua calon kita yes (hal.58). Hal itu lepas dari perangai buruk calon yang harus dijauhi seorang lelaki yang ingin mendapatkan istri salehah, yakni sifat ananah (cewek yang terlalu banyak mengeluh), mananah (suka meniadakan usaha dan jasa suami seraya menepuk dada bahwa dialah yang paling banyak berkorban demi keluarga), hananah (senang menyatakan ksih sayang kepada mantan suami), hadaqah (memiliki penyakit ‘lapar mata’), basaqah (suka bersolek namun bukan untuk suami), serta syadaqah (cewek yang banyak bicara tentang perkara sia-sia).
Lalu apa sih benang merahnya antara jodoh dengan salat tahajjud? Poin tersebut tersorot pada bab ketiga dan keempat buku ini. Bagaimana tatacara melaksanakan tahajjud yang tepat, kelebihan apa saja yang bisa didapat setelah melaksanakannya, serta beberapa analogi yang menggambarkan keterkaitan antara tahajjud dengan jodoh. Termasuk ketika jodoh tak kunjung tiba meski kita sudah coba melanggengkan tahajjud. Dengan bahasa yang cair dan meremaja, buku ini seolah memandang pernikahan bukanlah hal yang jangan terlalu ditakutkan meski tanggungjawab besar jelas menanti di ujung sana. Pernikahan adalah suatu proses alamiah yang pasti akan dijalani oleh siapapun yang berniat menyempurnakan separuh agamanya. Dan tahajjud dipandang sebagai sarana ampuh untuk mendewasakan diri demi menyambut masa-masa itu.*

(Nur Hadi, Kabar Probolinggo, Jum'at 7 November 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar