Minggu, 16 November 2014

Memaknai Dzikir dari Sudut Pandang Lain



Memaknai Zikir dari Sudut Pandang Lain



Judul Buku  : Dzikir Itu Ajib!
Penulis        : M. Sanusi
Penerbit       : Penerbit DIVA Press
Cetakan       : Pertama, Agustus  2014
Tebal           : 201 halaman
ISBN           : 978-602-7968-93-6



Harta dan jabatan kadang membuat kita justru menjauh dari Allah Swt. Zikir merupakan salah satu ajaran agama dengan peran multifungsi; penawar rindu, pengingat, kekuatan, bahkan obat hati. Zikir yang baik akan membekas dan menimbulkan pengaruh nyata bagi kepribadian si pengamal. Tak hanya terpancang waktu sehabis salat saja, zikir bisa dilakukan sendirian dalam sunyi, bisa juga dilakukan secara bersama. Buku ini akan memberikan perspektif berbeda atas makna zikir, berikut beberapa keistimewaan yang dikandungnya.
Menurut Ibnu Taimiyah, secara etimologis zikir berarti mengingat atau menyebut. Sementara menurut jumhur ulama, zikir bermakna segala proses komunikasi seorang hamba dengan sang pencipta. Akan tetapi Al-Qur’an sendiri memakai kata zikir dalam beberapa hal. Sebagai nama lain Al-Qur’an, QS. Al-Hijr: 9. Bermakna peringatan, QS. Yaasiin: 11. Bermakna keagungan, QS. Shaad: 1. Bermakna wahyu, QS. Al-Qamar:25. Bermakna pengajaran, QS. Yusuf:104 (hal. 23). Dalam syarah Riyadhus Shalihin, Syekh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa zikir terbagi dalam tiga wilayah; hati, lisan, dan anggota badan yang lain. Yang termasuk dalam lingkup zikir hati ialah merenungkan keagungan Allah Swt., serta menyelami kesempurnaan hukum dan kebesaran ayat-ayat-Nya. Zikir lisan, semisal membaca tasbih, tahlil, takbir, azan, membaca Al-Qur’an, hadits, dll. Sementara zikir dengan anggota badan yang lain cakupannya justru lebih luas lagi lantaran setiap perbuatan yang diniatkan mendekatkan diri kepada-Nya bisa dinamai zikir (hal. 27). Keliru orang-orang yang mempersempit makna zikir hanya sebatas membaca tasbih, takbir, tahmid, maupun tahlil. Karena menurut Rasulullah Saw., cakupan makna zikir adalah lebih luas dari sekadar hal itu. Setiap tarikan napas, detak jantung, langkah, apa pun yang kita pikir, apa yang kita lihat dan dengar, serta setiap apa yang kita kerjakan selama berjalan menuju Allah Swt., maka hal itu bisa dikategorikan zikir (hal. 42).
Pada bab selanjutnya, buku ini kemudian mengurai perihal adab dan panduan zikir, berikut makna-makna yang terkandung di dalamnya. Tasbih bermakna mengakui kesempurnaan sifat-sifat Allah Swt., serta meniadakannya dari sifat cacat dan aib. Saat bertasbih, maka selayaknya hati kita tak pernah berprasangka negatif terhadap-Nya. Tahmid, bermakna memuji Allah Swt. Hal ini berkaitan dengan rasa syukur atas segala nikmat yang telah dikaruniakan kepada kita. Maka, tak sepatutnya ada kesombongan yang ditampakkan, sebab semua kelebihan yang ada dalam dirinya sejatinya hanyalah properti titipan-Nya. Takbir bermakna mengagungkan Tuhan dan meyakini bahwa tak ada yang lebih besar dan agung dari-Nya, serta menganggap kecil selain-Nya. Sementara tahlil memiliki dua esensi pokok makna; penyangkalan bahwa tiada satu pun yang patut disembah/dimintai tolong/disucikan/dipuji selain Allah Swt., pengukuhan bahwa Dia adalah satu-satunya yang berhak disembah/dimintai tolong/disucikan/dipuji. Sedangkan istigfar bermakna memohon ampunan kepada Allah Swt. atas seluruh dosa yang pernah diperbuat.
Zikir tak hanya berfungsi sebagaimana lapis makna yang terkandung di dalamnya. Zikir juga dipandang mampu untuk menciptakan kepribadian yang seimbang, tenteram, disiplin (istiqomah), melatih kesabaran, melembutkan hati, menumbuhkan sifat berkecukupan (qana’ah), menjadi lebih terjaga ucapannya, serta melindungi diri dari kemunafikan. Dalam sebuah kisah seorang tukang roti yang dinukil buku ini, kita juga bisa berkaca. Suatu hari, Imam Hambal pernah terusir dari sebuah masjid lantaran pengurus masjid yang tak mengenal siapa dirinya. Saat itulah datang pertolongan dari seorang pembuat roti yang kemudian mempersilakan Imam Hambal beristirahat di tempatnya berjualan. Dalam percakapan keduanya kemudian diketahui bahwa tukang roti (yang senang melanggengkan sebuah zikir) tersebut ternyata hanya tinggal memiliki sebuah keinginan yang sampai hari itu belum terkabul, yakni bertemu dengan Imam Hambal sendiri. Nah!*

(Nur Hadi, Kabar Probolinggo, Kamis 6 November 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar