Memaknai Zikir dari Sudut Pandang Lain
Judul Buku : Dzikir Itu Ajib!
Penulis : M. Sanusi
Penerbit : Penerbit DIVA Press
Cetakan : Pertama, Agustus 2014
Tebal : 201 halaman
ISBN : 978-602-7968-93-6
Harta dan jabatan kadang
membuat kita justru menjauh dari Allah Swt. Zikir merupakan salah satu ajaran
agama dengan peran multifungsi; penawar rindu, pengingat, kekuatan, bahkan obat
hati. Zikir yang baik akan membekas dan menimbulkan pengaruh nyata bagi
kepribadian si pengamal. Tak hanya terpancang waktu sehabis salat saja, zikir
bisa dilakukan sendirian dalam sunyi, bisa juga dilakukan secara bersama. Buku
ini akan memberikan perspektif berbeda atas makna zikir, berikut beberapa
keistimewaan yang dikandungnya.
Menurut Ibnu Taimiyah,
secara etimologis zikir berarti mengingat atau menyebut. Sementara menurut jumhur ulama, zikir bermakna segala
proses komunikasi seorang hamba dengan sang pencipta. Akan tetapi Al-Qur’an
sendiri memakai kata zikir dalam beberapa hal. Sebagai nama lain Al-Qur’an, QS.
Al-Hijr: 9. Bermakna peringatan, QS. Yaasiin: 11. Bermakna keagungan, QS.
Shaad: 1. Bermakna wahyu, QS. Al-Qamar:25. Bermakna pengajaran, QS. Yusuf:104
(hal. 23). Dalam syarah Riyadhus
Shalihin, Syekh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa zikir terbagi dalam tiga
wilayah; hati, lisan, dan anggota badan yang lain. Yang termasuk dalam lingkup
zikir hati ialah merenungkan keagungan Allah Swt., serta menyelami kesempurnaan
hukum dan kebesaran ayat-ayat-Nya. Zikir lisan, semisal membaca tasbih, tahlil,
takbir, azan, membaca Al-Qur’an, hadits, dll. Sementara zikir dengan anggota
badan yang lain cakupannya justru lebih luas lagi lantaran setiap perbuatan
yang diniatkan mendekatkan diri kepada-Nya bisa dinamai zikir (hal. 27). Keliru
orang-orang yang mempersempit makna zikir hanya sebatas membaca tasbih, takbir,
tahmid, maupun tahlil. Karena menurut Rasulullah Saw., cakupan makna zikir
adalah lebih luas dari sekadar hal itu. Setiap tarikan napas, detak jantung,
langkah, apa pun yang kita pikir, apa yang kita lihat dan dengar, serta setiap
apa yang kita kerjakan selama berjalan menuju Allah Swt., maka hal itu bisa
dikategorikan zikir (hal. 42).
Pada bab selanjutnya,
buku ini kemudian mengurai perihal adab dan panduan zikir, berikut makna-makna
yang terkandung di dalamnya. Tasbih bermakna mengakui kesempurnaan sifat-sifat
Allah Swt., serta meniadakannya dari sifat cacat dan aib. Saat bertasbih, maka
selayaknya hati kita tak pernah berprasangka negatif terhadap-Nya. Tahmid,
bermakna memuji Allah Swt. Hal ini berkaitan dengan rasa syukur atas segala nikmat
yang telah dikaruniakan kepada kita. Maka, tak sepatutnya ada kesombongan yang
ditampakkan, sebab semua kelebihan yang ada dalam dirinya sejatinya hanyalah properti
titipan-Nya. Takbir bermakna mengagungkan Tuhan dan meyakini bahwa tak ada yang
lebih besar dan agung dari-Nya, serta menganggap kecil selain-Nya. Sementara
tahlil memiliki dua esensi pokok makna; penyangkalan bahwa tiada satu pun yang
patut disembah/dimintai tolong/disucikan/dipuji selain Allah Swt., pengukuhan
bahwa Dia adalah satu-satunya yang berhak disembah/dimintai
tolong/disucikan/dipuji. Sedangkan istigfar bermakna memohon ampunan kepada
Allah Swt. atas seluruh dosa yang pernah diperbuat.
Zikir tak hanya berfungsi
sebagaimana lapis makna yang terkandung di dalamnya. Zikir juga dipandang mampu
untuk menciptakan kepribadian yang seimbang, tenteram, disiplin (istiqomah), melatih kesabaran,
melembutkan hati, menumbuhkan sifat berkecukupan (qana’ah), menjadi lebih terjaga ucapannya, serta melindungi diri
dari kemunafikan. Dalam sebuah kisah seorang tukang roti yang dinukil buku ini,
kita juga bisa berkaca. Suatu hari, Imam Hambal pernah terusir dari sebuah
masjid lantaran pengurus masjid yang tak mengenal siapa dirinya. Saat itulah
datang pertolongan dari seorang pembuat roti yang kemudian mempersilakan Imam
Hambal beristirahat di tempatnya berjualan. Dalam percakapan keduanya kemudian
diketahui bahwa tukang roti (yang senang melanggengkan sebuah zikir) tersebut
ternyata hanya tinggal memiliki sebuah keinginan yang sampai hari itu belum
terkabul, yakni bertemu dengan Imam Hambal sendiri. Nah!*
(Nur Hadi, Kabar Probolinggo, Kamis 6 November 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar