Memaksimalkan Potensi Kecerdasan Otak
Versi ke-1 (Koran Sindo 13 Juli 2014)
Judul Buku :
Brain Genetic Potential
Penulis :
Beni Badaruzaman
Penerbit :
Penerbit Mizania
Cetakan :
Pertama, Mei 2014
Tebal :
147 halaman
ISBN :
978-602-1337-11-0
Ketika berhadapan dengan anak yang terlihat enggan
belajar apalagi berprestasi, kebanyakan orangtua sama, kalau tidak mengeluh dan
meminta pengertian anak, mereka seringkali memberikan punishment atau hukuman. Kadangkala bahkan ada yang memvonis
anaknya bodoh, tak ada bakat untuk menjadi orang hebat. Padahal belum tentu demikian.
Melalui buku ini, kita diajak untuk berpikir bahwa tidak ada anak bodoh, yang
ada adalah anak yang belum menemukan cara belajar tepat dan dibimbing secara
benar. Tahap awal yang harus dilakukan oleh orangtua sebelum mengarahkan anak
mencapai kehidupan terbaiknya adalah menemukan kelebihan dan kekuatan alamiah
anak tersebut. Nah, melalui metode STIFIn, kita diajak untuk mengenal di
manakah letak potensi mesin kecerdasan anak, serta upaya-upaya untuk
membimbingnya.
Konsep STIFIn ini didasarkan pada turunan ilmu
tentang belahan otak manusia atau lebih dikenal sebagai psikoanalisis, yang
pernah dipopulerkan oleh Carl Gustav Jung (1875-1961). Otak manusia terbagi
menjadi lima
bagian. Setiap orang dianugerahi dominasi yang berbeda pada tiap belahannya
sehingga memengaruhi kemampuan atau kapasitas diri dan kepribadian. Jika yang
paling dominan adalah limbik kiri, maka mesin kecerdasannya dinamai Sensing (S). Jika yang paling dominan
adalah otak kiri, maka mesin kecerdasannya dinamai Thinking (T). Jika yang dominan adalah otak kanan, maka mesin
kecerdasannya dinamai Intuiting (I).
Sedang yang dominan limbik kanan, maka
ia tergolong bermesin kecerdasan Feeling
(F). Lalu jika yang dominan adalah otak bagian tengah, maka dia bermesin
kecerdasan Instinct (In). Mesin
kecerdasan tersebut dapat pula diketahui dengan finger print atau scan sidik jari (halaman 35).
Yang menarik dari buku ini adalah, kita diajak
mengenali sifat, keunikan, dan kebiasaan masing-masing mesin kecerdasan
tersebut, untuk kemudian memberikan beberapa solusi yang bisa langsung
dipraktikkan. Orang Sensing dikenal
dengan kepribadiannya yang rajin dan fokus dalam mengerjakan sesuatu sampai
tuntas, daya ingatnya kuat dan detail. Orang Thinking berkarakter tegas, mandiri kokoh seperti besi, memiliki
kepandaian menunjukkan kesalahan dengan kepandaiannya, serta memiliki kemampuan
untuk memerintah dan memegang kekuasaan. Orang Intuiting optimis, kreatif, berkelas, kuat, fleksibel, seperti jari
manis; jari yang paling susah digerakkan tetapi bentuknya indah serta tempat
untuk meletakkan cincin, serta memiliki kemistri dengan ilmu, kreativitas,
gagasan, solusi. Orang Feeling itu
penuh cinta, semangat, serta punya emosi yang bergantung pada mood, semua berasal dari perasaan di
mana cinta adalah andalannya. Orang Instinct
mengalir, tenang, mencari kebahagiaan dan kedamaian dengan jalan memberikan
manfaat kepada orang lain, berada di tengah untuk meningkatkan peran, berada di
tengah untuk mendamaikan orang yang bertikai, serta berada di tengah karena
kemampuannya yang serbabisa (halaman 39-48). Penulis kemudian juga menjelaskan
perihal kemistri hubungan dan pola komunikasi dalam konsep STIFIn serta juga
persiapan apa saja yang dibutuhkan oleh tiap-tiap mesin kecerdasan itu demi
perkembangan mereka, baik persiapan eksternal (lingkungan) maupun internal
(motivasi). Secara sadar, kita harus mulai menerapkan pelaksanaan cara belajar
anak-anak yang disesuaikan dengan mesin kecerdasan dan kepribadiannya.
Analoginya adalah jika sesuatu ditempatkan pada tempatnya, pastilah akan pas.
Lantas bagaimana saat anak-anak kita mengalami
kejenuhan? Buku ini mengistilahkannya dengan ‘kalibrasi belajar’, membuat refresh setelah jenuh agar terus on dalam belajar. Beda bakat beda pula
kalibrasinya. Selain memberikan beberapa solusi kalibrasi, buku ini juga
memaparkan perihal cara-cara untuk mengantisipasi datangnya penyakit belajar.
Benar-benar buku yang pas bagi para orangtua yang menginginkan anak-anaknya
bersinar tanpa harus ‘menyakiti’ mereka.*
Versi Ke-2 (Majalah Luar Biasa Edisi Agustus 2014)
Chris Langan adalah manusia paling jenius di dunia
saat ini. Dengan IQ 195, ia bahkan mengalahkan Albert Einstein yang hanya
ber-IQ 150. Kecerdasannya sudah terlihat sejak bayi. Pada umur 6 bulan Langan
sudah bisa berbicara, pada usia 3 tahun ia bisa membaca, pada usia 5 tahun ia
sudah bertanya tentang eksistensi Tuhan kepada kakeknya—dan tak pernah puas
dengan jawaban yang diterimanya. Di sekolah pun prestasi sekolahnya amat
menonjol. Namun bagaimana ending dari
kisah Langan ini? Ternyata, profesi terakhir Langan saat ini adalah penjaga
kandang kuda di Amerika setelah sebelumnya hanya bekerja sebagai body guard. Konon, ia menyia-nyiakan
berbagai beasiswa yang disodorkan untuknya (halaman 29). Kisah ini mirip dengan
film Good Will Hunting, dengan tokoh sentral William Hunting yang masa mudanya
justru amburadul meski memiliki IQ di atas rata-rata. Diduga, penyiksaan semasa
kanak menjadi penyebab utama.
Lingkungan yang tidak tepat berpeluang menjerumuskan
anak menjadi orang gagal. Bagi Anda yang pernah belajar Biologi, mungkin masih
ingat bahwa Fenotipe = Gen + Lingkungan. Apa yang tampak pada diri kita
(fenotipe) adalah bentukan dari gen (bakat, kelebihan, talenta, passion) dan tempaan lingkungan. Nah, di
sinilah buku ini ingin mengambil peran. Melalui metode STIFIn, kita diajak
untuk mengenal di manakah letak potensi mesin kecerdasan anak, serta
upaya-upaya untuk membimbingnya.
Konsep STIFIn didasarkan pada turunan ilmu tentang
belahan otak manusia atau psikoanalisis, yang pernah dipopulerkan oleh Carl
Gustav Jung (1875-1961). Otak manusia terbagi menjadi lima bagian. Setiap orang dianugerahi
dominasi yang berbeda pada tiap belahannya sehingga memengaruhi kemampuan atau
kapasitas diri dan kepribadian. Sensing
(S), Thinking (T), Intuiting (I), Feeling (F), Instinct
(In). Mesin kecerdasan tersebut dapat pula diketahui dengan finger print atau scan sidik jari
(halaman 35). Yang menarik dari buku ini adalah, kita diajak mengenali sifat,
keunikan, dan kebiasaan masing-masing mesin kecerdasan tersebut, untuk kemudian
memberikan beberapa solusi yang bisa langsung dipraktikkan.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar