Jumat, 29 Agustus 2014

Memaksimalkan Potensi Kecerdasan Otak



Memaksimalkan Potensi Kecerdasan Otak



Versi ke-1 (Koran Sindo 13 Juli 2014)

Judul Buku  :  Brain Genetic Potential
Penulis        :  Beni Badaruzaman
Penerbit       :  Penerbit Mizania
Cetakan       :  Pertama,  Mei 2014
Tebal           :  147 halaman
ISBN           :  978-602-1337-11-0

Ketika berhadapan dengan anak yang terlihat enggan belajar apalagi berprestasi, kebanyakan orangtua sama, kalau tidak mengeluh dan meminta pengertian anak, mereka seringkali memberikan punishment atau hukuman. Kadangkala bahkan ada yang memvonis anaknya bodoh, tak ada bakat untuk menjadi orang hebat. Padahal belum tentu demikian. Melalui buku ini, kita diajak untuk berpikir bahwa tidak ada anak bodoh, yang ada adalah anak yang belum menemukan cara belajar tepat dan dibimbing secara benar. Tahap awal yang harus dilakukan oleh orangtua sebelum mengarahkan anak mencapai kehidupan terbaiknya adalah menemukan kelebihan dan kekuatan alamiah anak tersebut. Nah, melalui metode STIFIn, kita diajak untuk mengenal di manakah letak potensi mesin kecerdasan anak, serta upaya-upaya untuk membimbingnya.
Konsep STIFIn ini didasarkan pada turunan ilmu tentang belahan otak manusia atau lebih dikenal sebagai psikoanalisis, yang pernah dipopulerkan oleh Carl Gustav Jung (1875-1961). Otak manusia terbagi menjadi lima bagian. Setiap orang dianugerahi dominasi yang berbeda pada tiap belahannya sehingga memengaruhi kemampuan atau kapasitas diri dan kepribadian. Jika yang paling dominan adalah limbik kiri, maka mesin kecerdasannya dinamai Sensing (S). Jika yang paling dominan adalah otak kiri, maka mesin kecerdasannya dinamai Thinking (T). Jika yang dominan adalah otak kanan, maka mesin kecerdasannya dinamai Intuiting (I). Sedang  yang dominan limbik kanan, maka ia tergolong bermesin kecerdasan Feeling (F). Lalu jika yang dominan adalah otak bagian tengah, maka dia bermesin kecerdasan Instinct (In). Mesin kecerdasan tersebut dapat pula diketahui dengan finger print atau scan sidik jari (halaman 35).
Yang menarik dari buku ini adalah, kita diajak mengenali sifat, keunikan, dan kebiasaan masing-masing mesin kecerdasan tersebut, untuk kemudian memberikan beberapa solusi yang bisa langsung dipraktikkan. Orang Sensing dikenal dengan kepribadiannya yang rajin dan fokus dalam mengerjakan sesuatu sampai tuntas, daya ingatnya kuat dan detail. Orang Thinking berkarakter tegas, mandiri kokoh seperti besi, memiliki kepandaian menunjukkan kesalahan dengan kepandaiannya, serta memiliki kemampuan untuk memerintah dan memegang kekuasaan. Orang Intuiting optimis, kreatif, berkelas, kuat, fleksibel, seperti jari manis; jari yang paling susah digerakkan tetapi bentuknya indah serta tempat untuk meletakkan cincin, serta memiliki kemistri dengan ilmu, kreativitas, gagasan, solusi. Orang Feeling itu penuh cinta, semangat, serta punya emosi yang bergantung pada mood, semua berasal dari perasaan di mana cinta adalah andalannya. Orang Instinct mengalir, tenang, mencari kebahagiaan dan kedamaian dengan jalan memberikan manfaat kepada orang lain, berada di tengah untuk meningkatkan peran, berada di tengah untuk mendamaikan orang yang bertikai, serta berada di tengah karena kemampuannya yang serbabisa (halaman 39-48). Penulis kemudian juga menjelaskan perihal kemistri hubungan dan pola komunikasi dalam konsep STIFIn serta juga persiapan apa saja yang dibutuhkan oleh tiap-tiap mesin kecerdasan itu demi perkembangan mereka, baik persiapan eksternal (lingkungan) maupun internal (motivasi). Secara sadar, kita harus mulai menerapkan pelaksanaan cara belajar anak-anak yang disesuaikan dengan mesin kecerdasan dan kepribadiannya. Analoginya adalah jika sesuatu ditempatkan pada tempatnya, pastilah akan pas.
Lantas bagaimana saat anak-anak kita mengalami kejenuhan? Buku ini mengistilahkannya dengan ‘kalibrasi belajar’, membuat refresh setelah jenuh agar terus on dalam belajar. Beda bakat beda pula kalibrasinya. Selain memberikan beberapa solusi kalibrasi, buku ini juga memaparkan perihal cara-cara untuk mengantisipasi datangnya penyakit belajar. Benar-benar buku yang pas bagi para orangtua yang menginginkan anak-anaknya bersinar tanpa harus ‘menyakiti’ mereka.*


Versi Ke-2 (Majalah Luar Biasa Edisi Agustus 2014)


Chris Langan adalah manusia paling jenius di dunia saat ini. Dengan IQ 195, ia bahkan mengalahkan Albert Einstein yang hanya ber-IQ 150. Kecerdasannya sudah terlihat sejak bayi. Pada umur 6 bulan Langan sudah bisa berbicara, pada usia 3 tahun ia bisa membaca, pada usia 5 tahun ia sudah bertanya tentang eksistensi Tuhan kepada kakeknya—dan tak pernah puas dengan jawaban yang diterimanya. Di sekolah pun prestasi sekolahnya amat menonjol. Namun bagaimana ending dari kisah Langan ini? Ternyata, profesi terakhir Langan saat ini adalah penjaga kandang kuda di Amerika setelah sebelumnya hanya bekerja sebagai body guard. Konon, ia menyia-nyiakan berbagai beasiswa yang disodorkan untuknya (halaman 29). Kisah ini mirip dengan film Good Will Hunting, dengan tokoh sentral William Hunting yang masa mudanya justru amburadul meski memiliki IQ di atas rata-rata. Diduga, penyiksaan semasa kanak menjadi penyebab utama.
Lingkungan yang tidak tepat berpeluang menjerumuskan anak menjadi orang gagal. Bagi Anda yang pernah belajar Biologi, mungkin masih ingat bahwa Fenotipe = Gen + Lingkungan. Apa yang tampak pada diri kita (fenotipe) adalah bentukan dari gen (bakat, kelebihan, talenta, passion) dan tempaan lingkungan. Nah, di sinilah buku ini ingin mengambil peran. Melalui metode STIFIn, kita diajak untuk mengenal di manakah letak potensi mesin kecerdasan anak, serta upaya-upaya untuk membimbingnya.
Konsep STIFIn didasarkan pada turunan ilmu tentang belahan otak manusia atau psikoanalisis, yang pernah dipopulerkan oleh Carl Gustav Jung (1875-1961). Otak manusia terbagi menjadi lima bagian. Setiap orang dianugerahi dominasi yang berbeda pada tiap belahannya sehingga memengaruhi kemampuan atau kapasitas diri dan kepribadian. Sensing (S), Thinking (T), Intuiting (I), Feeling (F), Instinct (In). Mesin kecerdasan tersebut dapat pula diketahui dengan finger print atau scan sidik jari (halaman 35). Yang menarik dari buku ini adalah, kita diajak mengenali sifat, keunikan, dan kebiasaan masing-masing mesin kecerdasan tersebut, untuk kemudian memberikan beberapa solusi yang bisa langsung dipraktikkan.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar