Membaca Jangkau Pemikiran Bung Karno
Judul Buku : Tokoh-Tokoh
Dunia yang Memengaruhi Pemikiran Bung Karno
Penulis :
Sulaiman Effendi
Penerbit :
Penerbit Palapa
Cetakan :
Pertama, Mei 2014
Tebal :
250 halaman
Harga :
40.000
ISBN :
978-602-255-555-1
“Jadi, dari semua pikiran
dan aliran, aku dapat bahan. Aku tidak hanya maguru pada viool, aku
tidak hanya maguru pada piano, aku
tidak hanya maguru kepada gitar, aku
tidak hanya maguru kepada tromp, yaitu tambur, tidak. Aku maguru dari masing-masing itu, dan aku maguru kepada simponi dari ini semua.”
Dari penggalan pidato Bung Karno yang disampaikan di hadapan anggota Gerakan
Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Istana Bogor itu, dapat disimpulkan
bahwa mantan presiden, politikus hebat, serta bapak pendiri bangsa yang seorang
pejuang gigih ini tampaknya memiliki jangkau pikir yang amat luas, yang ia
serap dari banyak pemikir dunia. Hal itu dapat pula di‘baca’ dari ragam
tulisannya yang terserak di berbagai surat
kabar pada masanya, serta dari pengakuan langsung. Buku ini berniat mengajak
para pembacanya untuk menziarahi kembali siapa saja yang pernah menjadi ‘guru’
beliau.
Lahir di Jawa Timur pada
tanggal 6 Juni 1901 dengan nama Koesno Sosrodiharjo, nama ini kemudian diganti
menjadi Soekarno oleh kedua orangtuanya lantaran Koesno kecil yang sering sakit-sakitan.
Tumbuh bersama sang kakek yakni Raden Hardjokromo di Tulungagung, bocah yang dinamai
dengan nama seorang panglima perang dalam Bharata Yudha ini memulai pendidikan
dasarnya. Dan kemudian melanjutkan ke Eerste
Inlandse School
(1911) lalu Europeesche
Lagere School
(1915) di Mojokerto karena harus mengikut keluarganya yang dipindahtugaskan.
Pasca kelulusan dari ELS inilah secara tak sengaja Raden Soekemi Sosrodihardjo
(ayah Soekarno) memperkenalkan anaknya dengan H.O.S. Tjokroaminoto demi agar
bisa masuk Hogere Burger School di Surabaya, di mana kemudian hari Tjokro
justru menjadi guru pemikiran Soekarno sendiri.
Yang semula hanya niat
kos di rumah Tjokroaminoto, Soekarno justru kemudian menjadi murid emas. Tjokroaminoto
lah orang pertama yang membuka keran pemikiran Soekarno hingga paham bagaimana
cara menggunakan politik sebagai alat mencapai kesejahteraan rakyat, mengenal
berbagai bentuk pergerakan modern, juga mengetahui peranan penting tulisan di
media massa.
Hampir setiap waktu Soekarno berada di dekat Tjokro, sering diajak keliling
daerah, hingga kemudian selain menuruni kepintaran Tjokro dalam berorasi, dia
pun mulai berkenalan dengan pemikiran para tokoh dunia melalui buku-buku
koleksi Tjokro, terutama para pemikir berhaluan kiri. Di rumah inilah Soekarno
‘berkenalan’ dengan Karl Marx, hingga pada masa berikutnya lahirlah gagasannya
tentang ‘perkawinan’ antara paham nasionalisme di dunia Timur dengan marxisme,
yang kemudian melahirkan nasionalisme baru, suatu ilmu baru, i’tikad baru,
senjata perjuangan yang baru dan satu sikap yang baru, yang sesuai dengan
kondisi sosial politik Indonesia, yang ia sebut sebagai marhaenisme (hal. 196).
Menggunakan nama Marhaen, seorang petani miskin yang ditemuinya di Cigereleng
yang dalam percakapan singkatnya mampu memberikan jawab atas pergumulannya pada
situasi kondisi Indonesia
semasa kolonialisme Belanda.
Karl Kautsky, Abraham
Lincoln, Ernest Renan, Vladimir Ilych Lenin adalah tokoh-tokoh yang sempat mendapatkan
perhatian istimewa Soekarno. Melalui Kautsky, Bung Karno tersadarkan bahwa jika
imperialisme tua yang cenderung merampok barang dan kekayaan alam dari negeri
jajahan untuk dibawa ke negeri asal, maka ada yang lebih membahayakan ketimbang
itu. Yakni imperialisme modern yang justru menggunakan pendekatan politik yang
lebih halus, seperti pinjaman lunak, pembangunan pabrik, serta serbuan budaya
(hal. 178). Melalui ‘Abe’ Lincoln,
Soekarno belajar bahwa perpecahan internal dalam sebuah bangsa juga lebih
membahayakan ketimbang ancaman dari luar. Lalu melalui Renan, Soekarno merujuk
tentang konsep-konsep kebangsaan. Serta belajar tentang kedewasaan dalam
menjalankan proses revolusi melalui Lenin.
Buku ini
juga akan mengajak Anda untuk menyimak pertemuan Soekarno dengan beberapa tokoh
setanah air, baik yang bertentangan maupun segaris dalam pemikiran. Dari
pertemuan dengan orang-orang hebat itulah kemudian lahir Pancasila, sebuah ide
yang ia rasa akan mampu menaungi sebuah bangsa besar seperti Indonesia.* (Nur Hadi, Malang Post 13 Juli 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar