Rabu, 13 Agustus 2014

Membaca Jangkau Pemikiran Bung Karno



Membaca Jangkau Pemikiran Bung Karno




Judul Buku  :  Tokoh-Tokoh Dunia yang Memengaruhi Pemikiran Bung Karno
Penulis        :  Sulaiman Effendi
Penerbit       :  Penerbit Palapa
Cetakan       :  Pertama, Mei  2014
Tebal           :  250 halaman
Harga           :  40.000
ISBN            :  978-602-255-555-1

“Jadi, dari semua pikiran dan aliran, aku dapat bahan. Aku tidak hanya maguru pada viool, aku tidak hanya maguru pada piano, aku tidak hanya maguru kepada gitar, aku tidak hanya maguru kepada tromp, yaitu tambur, tidak. Aku maguru dari masing-masing itu, dan aku maguru kepada simponi dari ini semua.” Dari penggalan pidato Bung Karno yang disampaikan di hadapan anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) di Istana Bogor itu, dapat disimpulkan bahwa mantan presiden, politikus hebat, serta bapak pendiri bangsa yang seorang pejuang gigih ini tampaknya memiliki jangkau pikir yang amat luas, yang ia serap dari banyak pemikir dunia. Hal itu dapat pula di‘baca’ dari ragam tulisannya yang terserak di berbagai surat kabar pada masanya, serta dari pengakuan langsung. Buku ini berniat mengajak para pembacanya untuk menziarahi kembali siapa saja yang pernah menjadi ‘guru’ beliau.
Lahir di Jawa Timur pada tanggal 6 Juni 1901 dengan nama Koesno Sosrodiharjo, nama ini kemudian diganti menjadi Soekarno oleh kedua orangtuanya lantaran Koesno kecil yang sering sakit-sakitan. Tumbuh bersama sang kakek yakni Raden Hardjokromo di Tulungagung, bocah yang dinamai dengan nama seorang panglima perang dalam Bharata Yudha ini memulai pendidikan dasarnya. Dan kemudian melanjutkan ke Eerste Inlandse School (1911) lalu Europeesche Lagere School (1915) di Mojokerto karena harus mengikut keluarganya yang dipindahtugaskan. Pasca kelulusan dari ELS inilah secara tak sengaja Raden Soekemi Sosrodihardjo (ayah Soekarno) memperkenalkan anaknya dengan H.O.S. Tjokroaminoto demi agar bisa masuk Hogere Burger School di Surabaya, di mana kemudian hari Tjokro justru menjadi guru pemikiran Soekarno sendiri.
Yang semula hanya niat kos di rumah Tjokroaminoto, Soekarno justru kemudian menjadi murid emas. Tjokroaminoto lah orang pertama yang membuka keran pemikiran Soekarno hingga paham bagaimana cara menggunakan politik sebagai alat mencapai kesejahteraan rakyat, mengenal berbagai bentuk pergerakan modern, juga mengetahui peranan penting tulisan di media massa. Hampir setiap waktu Soekarno berada di dekat Tjokro, sering diajak keliling daerah, hingga kemudian selain menuruni kepintaran Tjokro dalam berorasi, dia pun mulai berkenalan dengan pemikiran para tokoh dunia melalui buku-buku koleksi Tjokro, terutama para pemikir berhaluan kiri. Di rumah inilah Soekarno ‘berkenalan’ dengan Karl Marx, hingga pada masa berikutnya lahirlah gagasannya tentang ‘perkawinan’ antara paham nasionalisme di dunia Timur dengan marxisme, yang kemudian melahirkan nasionalisme baru, suatu ilmu baru, i’tikad baru, senjata perjuangan yang baru dan satu sikap yang baru, yang sesuai dengan kondisi sosial politik Indonesia, yang ia sebut sebagai marhaenisme (hal. 196). Menggunakan nama Marhaen, seorang petani miskin yang ditemuinya di Cigereleng yang dalam percakapan singkatnya mampu memberikan jawab atas pergumulannya pada situasi kondisi Indonesia semasa kolonialisme Belanda.
Karl Kautsky, Abraham Lincoln, Ernest Renan, Vladimir Ilych Lenin adalah tokoh-tokoh yang sempat mendapatkan perhatian istimewa Soekarno. Melalui Kautsky, Bung Karno tersadarkan bahwa jika imperialisme tua yang cenderung merampok barang dan kekayaan alam dari negeri jajahan untuk dibawa ke negeri asal, maka ada yang lebih membahayakan ketimbang itu. Yakni imperialisme modern yang justru menggunakan pendekatan politik yang lebih halus, seperti pinjaman lunak, pembangunan pabrik, serta serbuan budaya (hal. 178). Melalui ‘Abe’ Lincoln, Soekarno belajar bahwa perpecahan internal dalam sebuah bangsa juga lebih membahayakan ketimbang ancaman dari luar. Lalu melalui Renan, Soekarno merujuk tentang konsep-konsep kebangsaan. Serta belajar tentang kedewasaan dalam menjalankan proses revolusi melalui Lenin.
Buku ini juga akan mengajak Anda untuk menyimak pertemuan Soekarno dengan beberapa tokoh setanah air, baik yang bertentangan maupun segaris dalam pemikiran. Dari pertemuan dengan orang-orang hebat itulah kemudian lahir Pancasila, sebuah ide yang ia rasa akan mampu menaungi sebuah bangsa besar seperti Indonesia.* (Nur Hadi, Malang Post 13 Juli 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar