Sabtu, 02 Agustus 2014

Kaya Seperti Nabi Sulaiman



Kaya Seperti Nabi Sulaiman



Judul Buku  :  Kaya Seperti Nabi Sulaiman
Penulis         :  Ahmad Zainal Abidin
Penerbit        :  Penerbit Sabil (DIVA Press Group)
Cetakan         :  Pertama, Januari  2014
Tebal             :  188 halaman
Harga            :  30.000
ISBN            :  978-602-255-407-3

Banyak orang yang sudah memiliki kekayaan materi berlebih, namun masih saja merasa kurang. Bukan saja karena rasa syukur yang kurang, pengertian orang tersebut tentang makna kaya tampaknya juga perlu dibenahi. Adakah batas kekayaan yang sampai bisa menjamin ukuran kepuasan seseorang? Buku ini akan memberikan jawaban akan pertanyaan itu. Yakni melalui pembelajaran akan kisah Nabi Sulaiman yang dikenal sebagai nabi yang dikaruniai mukjizat berupa ilmu yang begitu luas sehingga akhirnya kekayaan justru takluk di bawah kaki tangannya.
Sejak kecil mula, keistimewaan Sulaiman sebenarnya sudah terlihat. Kecerdasannya semakin berkembang seiring umur dan pengalaman yang pernah dilaluinya. Banyak dikisahkan tentang bukti-bukti kecemerlangan otak dan kalbu beliau. Misalnya saja ketika Nabi Daud memutuskan seorang pemilik kambing yang harus menyerahkan kambing peliharaannya kepada pemilik kebun sebagai ganti rugi akibat kelalaiannya menjaga hewan-hewan itu sehingga merusak kebun orang. Nabi Sulaiman memiliki pandangan lain atas perkara itu, yang dirasa lebih adil. Kambing-kambing itu sebaiknya diserahkan kepada pemilik kebun untuk diambil hasil dan dimanfaatkan sesuai keperluan, sementara kebun yang telah rusak diserahkan kepada pemilik kambing untuk dirawat hingga kembali pada keadaan asalnya (halaman 37).
Atau mungkin Anda pernah mendengar sebuah kisah tentang dua orang perempuan yang saling mengaku sebagai ibu seorang bayi. Demi mencari siapa yang sebenarnya pembohong di antara dua perempuan itu, dengan cerdiknya Nabi Sulaiman berpura-pura meminta pisau untuk membagi bayi itu menjadi dua bagian agar sama-sama mendapatkan setengah bagian. Akhirnya terlihatlah siapa sebenarnya ibu dari bayi itu, yakni perempuan muda yang justru merelakan bayi tersebut diasuh oleh perempuan yang lebih tua. Logikanya, hanya seorang ibu sejatilah yang takkan mungkin mau menyakiti buah hatinya sendiri (halaman 39).
Namun jangan kira bahwa Nabi Sulaiman tak pernah diuji dengan segala keistimewaannya itu. Beliau sampai pernah membebaskan semua kuda peliharaannya gegara hampir kehabisan waktu salat ashar setelah asyik-masyuk mengurus peliharaan kesayangannya tersebut. Beliau juga pernah terfitnah dan kehilangan semua kekayaan temasuk kerajaan yang dimilikinya setelah cincin tanda raja yang selalu dipakainya dicuri oleh jin yang menyaru persis seperti rupanya. Mungkin bagi orang kebanyakan, ujian semacam itu akan menjadikan penyebab kekufuran (ingkar akan nikmat Tuhan). Namun bagi Nabi Sulaiman justru menambah ketakwaannya. Semua itu tak lepas dari kesadaran beliau bahwa kesenangan harta atau kekayaan hanyalah sementara. Beliau bahkan kemudian memohon agar dikaruniai ilmu yang lebih dibanding harta ataupun kekuasaan. Setelah do’a itu terkabul, setelah ilmu dikaruniakan kepadanya, akhirnya harta dan kekuasaan yang semula tak ia minta justru datang dengan sendirinya (baca pada kisah perebutan kekuasaan Nabi Daud oleh Absalom, halaman 16). Kekayaan dan kekuasaan dianugerahkan kepadanya semata hanyalah demi menundukkan kaumnya yang kebanyakan berorientasi materi.
Kemudian apa kiranya yang bisa kita upayakan agar bisa mendapatkan kemuliaan seperti yang dimiliki Nabi Sulaiman? Penulis memberikan beberapa nasihat di antaranya; Satu, jangan menjadikan kekayaan sebagai tujuan utama. Idealnya, seorang muslim bekerja dan berdo’a. mengenai hasil, itu adalah otoritas Allah. Harta dan kekayaan bukanlah tujuan, melainkan hanya sarana untuk beribadah. Dua, mendahulukan ilmu atas harta atau kekuasaan. Kian hari harta kian berkurang. Jabatan juga dapat lengser sewaktu-waktu. Namun ilmu justru akan semakin bertambah jika diamalkan. Tiga, bertakwa. Al-hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya menegaskan bahwa barangsiapa yang bertakwa, maka Dia akan memberikan jalan keluar serta rezeki dari arah yang tak disangka-sangka. Empat, berbakti kepada orangtua. Banyak dikisahkan bahwa orang-orang yang sukses, sering sekali karena do’a/dukungan orangtua. Lima, bersedekah. Sedekah bukan berarti harta orang yang memberi berkurang, namun justru bertambah. Sedekah ibarat menanam dengan bibit unggul sehingga tumbuh tunas-tunas baru yang lebih banyak. Tawakkal, beribadah sepenuhnya kepada-Nya, membaca istighfar, dan bersyukur, juga merupakan pemancing untuk memanggil kakayaan, seperti yang dimiliki Nabi Sulaiman.*** (Nur Hadi, Koran Muria, 3 Agustus 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar