Panduan Tes Buta warna
Judul Buku : Tes
Buta Warna untuk Segala Tujuan
Penulis :
Dwi Sunar Prasetyono
Penerbit :
Penerbit Saufa
Cetakan :
Pertama, Oktober 2013
Tebal :
68 halaman
Harga :
30.000
ISBN :
978-602-279-073-0
Buta warna adalah
ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk melihat warna atau perbedaan
warna dalam kondisi pencahayaan normal. Bukan kebutaan dalam arti sebenarnya,
sebab yang ada hanyalah kekurangan penglihatan warna. Kelainan ini termasuk
dalam kategori sex linked, karena merupakan kelainan genetika yang
diturunkan orangtua kepada anaknya (halaman 7), di samping penyebab-penyebab
lain seperti kerusakan otak atau retina akibat sindrom bayi terguncang atau
kecelakaan, paparan sinar ultraviolet, atau degenerasi makula (halaman 29).
Selanjutnya, buku ini
kemudian memaparkan perihal latar belakang dan klasifikasi buta warna. Retina
manusia berisi dua sel cahaya: sel batang (aktif dalam cahaya rendah) dan sel
kerucut (aktif dalam pencahayaan normal). Masing-masing berisi pigmen berbeda
yang diaktifkan bila pigmen menyerap cahaya. Spektrum cahaya akan terserap ke
dalam tiga sistem yang saling tumpang tindih dan berkombinasi. Reseptor
gelombang pendek, menengah, dan panjang itu sering disebut kerucut S, M, dan L.
Namun lebih dikenal sebagai kerucut biru/blue, kerucut hijau/green,
dan kerucut merah/red (halaman 9). Dalam buta warna, bukan hanya
spektrum cahaya yang terlibat, banyaknya gen yang terlibat dalam penglihatan
juga amat berpengaruh. Karena laki-laki hanya memiliki satu kromosom X
sementara perempuan memiliki dua, kaum lelaki pun menjadi penderita umum
kelainan ini (halaman 11).
Buta warna sendiri
memiliki tiga klasifikasi. Pertama, buta warna jenis trikomasi yang mencakup
kelemahan terhadap warna merah (protanomali), kelemahan terhadap warna hijau
(deuteromali), dan kelemahan terhadap warna biru (tirtanomali) yang merupakan
jenis langka. Kedua, buta warna jenis dikromasi yang merupakan kelainan cukup
parah. Yakni mencakup protanopia; ketiadaan sel kerucut merah sehingga kecerahan
warna merah dan perpaduannya berkurang, deuteranopia; ketiadaan sel kerucut
hijau sehingga kecerahan terhadap warna hijau dan perpaduannya berkurang, serta
tritanopia; kelainan langka di mana penderita tak memiliki fotoreseptor warna
biru. Ketiga, buta warna jenis monokromasi atau buta warna total. Penyandang
kelainan ini memandang segala sesuatu seolah seperti televisi hitam putih,
karena ia tak memiliki satupun fotoreseptor. Kelainan jenis ini meliputi
akromatopsia (monokromasi batang), di mana retina tak mengandung sel kerucut
sehingga penderita akan sulit membedakan warna dalam penerangan normal. Juga
monokromasi kerucut, di mana mata memiliki dua sel batang dan kerucut, tapi
hanya satu jenis kerucut yang berfungsi (halaman 12-16).
Kelainan ini tentu saja
membawa implikasi tak sepele bagi para penderitanya. Beberapa perusahaan di
mana persepsi warna amat penting, kemudian bahkan mengecualikan para penderita
kelainan ini untuk bisa bekerja di sana. Misalnya saja pada perusahaan cat, pengemudi
kendaraan bermotor (misalnya di negara Rumania), atau pengemudi pesawat terbang
(misalnya di negara Amerika). Pembatasan itu bermula dari kecelakaan parah
sebuah kereta Lagerlunda di Swedia (1875), yang setelah diselidiki oleh
Profesor Alarik Frithiof Holmgren ternyata teknisi dari kereta tersebut
menderita kelainan buta warna. Kasus ini menjadi simpang siur tatkala ada klaim
yang menolak tuduhan itu, dikarenakan tidak adanya bukti kuat bahwa buta
warnalah penyebabnya (halaman 18).
Buku ini amat menyenangkan.
Di bagian akhir, penulis sengaja menyertakan 24 plat tes Ishihara full color
dengan tatacara penggunaan dan penjelasan tiap platnya, yang sepertinya
bertujuan untuk memberikan ancang-ancang bagi para terduga buta warna agar bisa
lulus tes calon mahasiswa/karyawan. Tes warna Ishihara adalah tes yang paling
sering digunakan untuk mendiagnosis kekurangan warna merah-hijau, terdiri dari
24 atau 38 set warna yang secara ekstensif menyaring buta warna, berbentuk
lingkaran-lingkaran dengan titik-titik bernuansa hijau-merah yang berbeda. Di
dalam sebaran titik-titik warna itu, terdapat pola-pola tertentu(angka/huruf
Arab/jalur) yang harus diperhatikan (halaman 30) . Meski tes ini mungkin tidak
berguna dalam mendiagnosis anak-anak yang belum bisa mengeja angka atau huruf,
tapi tentu saja buku ini sudah amat membantu sekali. Toh angka atau huruf bisa
diganti dengan simbol-simbol seperti kotak, lingkaran, mobil, dll.***
(Nur Hadi, Jateng Pos, 8 Desember 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar