Senin, 27 Agustus 2018

Penulis dan Kata-Kata Bijaknya



 Penulis dan Kata-Kata Bijaknya





Dalam sebuah status media sosial, salah seorang teman saya pernah menuliskan amarah perihal penipuan yang pernah dialaminya terkait setoran dana yang telah ia berikan kepada seorang penulis. Katanya, sekian persen dari hasil penjualan buku hendak disumbangkan ke sejumlah yayasan penyantun anak yatim dan kegiatan yang intinya para pemberi dana gotong royong akan diikutkan serta dalam kegiatan yang ia galang. Namun setelah sekian bulan menunggu, sungguh jauh dari kenyataan. Ia telah kena tipu. Teman saya ini pun kemudian tanpa ragu menumpahkan semua kekesalannya dalam sebuah status media sosial. Betapa, di ranah mereka yang biasa menyuarakan kebaikan (lewat tulisan) pun ternyata juga ada penipunya.
Saya akan mengajak Anda untuk melupakan kasus penipuan itu dulu. Entah mengapa saya justru teringat dengan apa yang pernah dinyatakan oleh Roland Barthes, seorang kritikus sastra, filsuf, ahli linguistik dan semiotika kelahiran Cherbourg, Normandia—Perancis, 12 November 1915, perihal kematian pengarang. Katanya, (Sapardi, 2018: 194-195) ketika dalam proses menulis teks, pengarang mengalami proses kematiannya dan ketika teks selesai ditulisnya ia benar-benar sudah lenyap atau mati, suatu peristiwa yang kemudian disusul dengan kelahiran pembaca. Sapardi Djoko Damono (dalam “Alih Wahana”, 2018) kemudian memberikan catatan kaki bahwa ‘bahasa’lah yang kemudian melahirkan sastra, sama sekali bukan pengarang. Yang berbicara dalam teks, yang melakukan sesuatu, bukanlah ‘aku’ pengarang, melainkan kuasa bahasa yang kemudian dilahirkan kembali oleh (tafsiran) pembaca. Maka tak heran jika satu teks, kadang bisa melahirkan sekian tafsir oleh sekian pembaca.

Jumat, 17 Agustus 2018

Masuk Nominasi Krakatau Award (Lagi) 2018

   



     Setelah dua tahun absen dari ajang lomba-lomba, alhamdulillah akhirnya tahun ini bisa mencatatkan nama lagi di ajang Lomba Cerpen Krakatau Award 2018. Meski di berita-berita telah tersebar insiden salah ketik nama, hahaha...
     Berita ini saya kutip dari berita-berita yang sudah tersebar itu. Tentu saja setelah perbaikan atas nama saya sendiri.
     "Rindu Tak Berujung di Tanjung Setia" mungkin takkan tertera dalam lomba ini jika bukan lantaran jasa Mas Mashdar Zainal. Tanggal 27 Juli, ketika saya harus sendirian menunggui Emak di RSI Kudus akibat penyakit vertigonya yang kambuh, saya yang memang sudah niat ikut even ini baru bisa menyelesaikan tiga lembar naskah. Itu pun saya ketik di telepon genggam. Saking sebal dan stressnya, saya menghibur diri dengan menuliskan kegalauan/kegagalan saya untuk ikut even yang pada mulanya dibatasi tanggal pengirimannya sampai tanggal 27 Juli pukul 24.00 WIB saja di status WA. Tanpa dinyana, Mas Mashdar mengomentari status receh saya itu, dan mengatakan, "Kan diperpanjang sampai 2 Agustus, Mas..."
     Bisa dibayangkan reaksi saya waktu itu...
     Dan inilah hasilnya... hamdalah...meski cuma masuk nominee ^_^