Rabu, 19 November 2014

Pesan Apa Adanya dari Blog Petualang



Pesan Apa Adanya dari Blog Petualang


Judul Buku  :  The Naked Traveler Anthology
Penulis        :  Trinity dkk.
Penerbit       : Penerbit B fisrt (PT Bentang Pustaka)
Cetakan       :  Ketiga, September 2014
Tebal           :  221 halaman
ISBN           : 978-602-1246-05-4


Apa jadinya jika seorang guru, yang biasanya mengajari orang-orang dewasa, namun justru diejek oleh seorang anak kecil dengan sebutan malae beikten, malae bulak, dan panderu yang dalam bahasa Indonesianya berarti; orang asing bodoh, orang asing gila, dan banci? Itulah yang terjadi dengan Okke yang turut ‘menyumbangkan’ cerita dalam buku ini. Sebagai seorang guru yang mengajari Bahasa Indonesia di daerah Becusse Centro, Dili, Okke merasa terleceh lantaran di sana bahasa Indonesia yang ia ajarkan bukanlah hal yang istimewa. Jadi iapun merasa tidak perlu untuk serius mempelajari bahasa Tetun. Namun, insiden-insiden kecil memalukan di mana kemudian ia mendapatkan ejekan dari anak si pemilik rumah kontrakannya, semangat untuk dapat menguasai bahasa Tetun pun meluap seketika (hal. 91). Pengalaman memalukan seperti itu justru menjadi penyebab ia mendapatkan ilmu yang berharga. Berbeda lagi dengan apa yang dialami Mayawati Nur Halim saat ia melakukan Buddhist Pilgrimage di India. Katanya, bersiap-siaplah untuk ‘menyambut’ serangkaian peristiwa mengejutkan jika berkeinginan mengunjungi kota-kota kecilnya. Bukan cuma soal jorok dan kumuh seperti yang dibicarakan banyak pelancong, melainkan banyaknya pengemis agresif dan para penipu berkedok rupa-rupa. Tips dari Maya: Pertama, jangan terlalu gampang memberi tip, apalagi terlalu besar, karena room boy-room boy itu pada ‘setia kawan’ dan cepat sekali mengabarkan berita tentang adanya ‘dermawan’ yang mengunjungi wilayah mereka. Kedua, tak perlu kasihan, tak usah memberi derma sama sekali kepada pengemis-pengemis di India, bahkan di tempat sepi, kepada pengemis cilik yang kelihatan innocent sekalipun, karena Anda tak pernah tahu ternyata dia punya ‘pasukan’. Ketiga, tetaplah teguh pendirian dan jangan gampang tertipu oleh sekelompok orang yang seolah-olah berniat baik. Keempat, kita mesti lebih galak dari mereka yang berniat menipu. Kelima, lebih baik tak usah membeli apa pun dari pedagang asongan karena sekali membeli, kita akan dianggap punya banyak uang dan akan terus menjadi incaran. Dan keenam, jangan langsung percaya dengan orang berjubah biksu di tempat-tempat ziarah di India dan ingat-ingatlah bahwa menurut aturan kebiksuan, biksu tak boleh menerima uang (hal. 202-209).
Secara garis besar, membaca kisah 15 petualang dengan ragam latar belakang ini, Anda akan diajak berkenalan dengan adat negeri orang (dalam ‘Jarak Selemparan Batu’, ‘Banyak Bertanya Tetap Sesat di Jalan’). Tentang kondisi sosial dalam ‘Hemat Pangkal Repot’ (di mana setiap toilet di Eropa tak pernah luput dari pajak yang begitu mahal), ‘Jadi Guru di Thailand’ (di mana seorang guru di sana banyak mendapatkan fasilitas spesial), dan ‘Serunya Pasar Loak di Dubai’ (bahwa ternyata pasar loak pun tetap menjadi tempat belanja favorit di negara kaya). Tentang apa saja yang dibutuhkan bagi seorang traveler dalam ‘Pteromerhanophobia’, ‘Penumpang Haram’, ‘Sampah Liburan’, dan ‘Air Oh Air’ (bahwa ternyata air keran kamar mandi di Amerika sama dengan air minum!). Sampai ke hal-hal berbau mistis yang patut diwaspadai dalam ‘The Most Dangerous Hot Spring’ (sebuah sumber mata air panas yang terletak di Kecamatan Air Hangat Barat, Kerinci. Di mana sangat terlarang bagi orang yang mempunyai masalah berat dan berpikiran kosong untuk datang ke sana, karena ternyata tempat itu merupakan tempat favorit untuk bunuh diri), dan ‘Sedikit-Sedikit Berbau Mistis’ (menceritakan beberapa lokasi yang disucikan).
Bila saat ini di toko buku begitu ramai dengan buku-buku yang ditulis oleh selebtwit (akun Twitter pribadi yang memiliki banyak follower), maka buku ini justru kebalikannya. Para penulis, mulanya tidak memiliki akun Twitter dan tidak menulis karena punya banyak follower, bahkan tak menyangka akan dijadikan buku. Sehingga tulisan-tulisan yang dihasilkan dari perjalanan pribadi mereka ini terlihat sangat jujur, dan orisinal.*


(Nur Hadi, Jateng Pos, Minggu 16 November 2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar