Menciptakan Panggung untuk Orang Lain
Judul Buku : A Tribute To Others
Penulis : Jamil
Azzaini
Penerbit :
Penerbit Mizania
Cetakan :
Cetakan Pertama, Agustus 2016
Tebal :
274 halaman
ISBN :
978-602-418-077-5
Seperti
yang didedahkan Judith R. Gordon (Dr. Kukuh Lukiyanto, 2016, Mandor; GPU),
efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya; kemampuan
intelektual, kematangan pribadi, pendidikan, status sosial ekonomi, human relation, motivasi intrinsik,
dimensi perilaku, dan dorongan untuk maju. Karena keterbatasan peramalan
efektivitas kepemimpinan melalui pendekatan sifat, para peneliti mulai
mengembangkan pemikiran untuk meneliti perilaku pemimpin sebagai cara untuk
meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Konsepnya beralih dari siapa yang
memiliki kepemimpinan ke bagaimana perilaku seseorang untuk memimpin secara
efektif. Dari sinilah benang merah teori tersebut dapat tersambung dengan buku
ini.
Buku
di tangan Anda ini berusaha menjabarkan bagaimana sebenarnya mereka yang
memiliki jiwa kepemimpinan itu juga mengembangkan mental mempersembahkan (tribute) untuk keberhasilan orang-orang
di sekitarnya. Dengan menciptakan panggung bagi orang lain, energi positif yang
dikeluarkan akan memberikan feedback;
mempercepat tercapainya visi hidup, sebab pekerjaan-pekerjaan kita sudah bisa
diambil alih orang yang hendak kita beri panggung, sehingga kita punya banyak
waktu untuk mengembangkan diri. Dorongan tersebut juga akan mempercepat
peningkatan kompetensi, sebab ketika sibuk mengangkat orang lain, secara tidak
langsung derajat kita akan terangkat lantaran kita akan banyak belajar, banyak
berusaha, dan mencari solusi (hal. 45).
Jamil
memberikan analogi bagus mengenai tingkatan derajat manusia dalam konteks pengembangan
diri. Derajat terendah ditempati oleh mereka yang baru tahu potensi dirinya
sendiri, sebab bisa dipastikan kehidupannya di bawah rata-rata kebanyakan
orang. Dia baru tahu potensinya, tetapi belum mau atau belum mampu
mengoptimalkannya. Derajat kedua ditempati oleh ‘aku yang terlatih’, sebab
orang-orang seperti ini terbukti akan dikejar-kejar banyak peluang, kesempatan,
popularitas, rezeki, dan relasi. Hanya saja pengembangan dirinya justru masih
terganjal oleh kesuksesannya yang masih sendirian. Derajat ketiga ditempati
oleh ‘kita’. Di level ini orang sudah berpikir bagaimana ‘kita’, banyak hal
yang bisa dilakukan untuk kepentingan bersama, bukan hanya diri sendiri.
Hidupnya benar-benar didedikasikan untuk menebar manfaat dan rahmat. Sementara
derajat tertinggi adalah milik mereka yang memiliki pedoman ‘kita dan Dia’.
Hidupnya didedikasikan untuk kepentingan bersama dalam rangka mengumpulkan
bekal untuk berjumpa denganNya. Dan level ini hanya bisa dicapai jika sudah
melalui level-level sebelumnya (hal. 54).
Penggambaran
level tersebut terlihat seperti sebuah blueprint
yang mesti dilakukan seseorang jika ingin mendapatkan kesuksesan yang lebih
besar. Hal tersebut sejalan dengan sebuah analisis Standard & Poors
(perusahaan pemeringkat saham dan obligasi di Amerika) ketika menyusun daftar
500 perusahaan terbaik. 49 tahun kemudian, dari 500 perusahaan hanya tersisa 74
perusahaan yang masih layak dikatakan terbaik. Selebihnya menghilang. Setelah
diteliti dan dikaji, penyebabnya bukanlah lemahnya modal dan sistem manajemen,
melainkan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip moral dan etika. Maka wajarlah
jika Gay Hendricks dan Kate Ludeman dalam bukunya, The Corporate Mystics, berkesimpulan bahwa pemimpin-pemimpin
perusahaan yang sukses di abad 21 adalah mereka yang spiritualistik, fokus pada
Kita dan Dia (hal. 55).
Hidup
itu melayani, begitulah sifat seorang pemimpin sejati. Namun seperti yang kita
ketahui, tidak semua orang senang menciptakan panggung untuk orang lain. Banyak
orang yang sibuk hanya untuk kepentingan diri sendiri, padahal hal tersebut
justru menyusahkan hidup. Buku ini akan memberikan perspektif baru mengenai hal
ini, tentu saja dengan menggunakan beberapa syarat; Mindset dan heart set
yang tepat, membawa dampak jangka panjang, serta merupakan proyek kebaikan.
Seperti yang pernah diujarkan Tom Peters bahwa
pemimpin tidak sekadar menciptakan pengikut. Pemimpin lebih banyak menciptakan
pemimpin. Bukan melahirkan pengikut yang membabi buta, keras kepala, dan tanpa
nalar. Dengan begitu, hidup Anda pun akan senantiasa mengalami peningkatan
kualitas diri.*Nur Hadi, Harian Tribun Jateng, Minggu 8 januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar