Minggu, 08 Januari 2017

Menciptakan Panggung untuk Orang Lain



Menciptakan Panggung untuk Orang Lain



Judul Buku :  A Tribute To Others
Penulis       :  Jamil Azzaini
Penerbit     :  Penerbit Mizania
Cetakan     :  Cetakan Pertama, Agustus 2016
Tebal         :  274 halaman
ISBN         :  978-602-418-077-5


Seperti yang didedahkan Judith R. Gordon (Dr. Kukuh Lukiyanto, 2016, Mandor; GPU), efektivitas kepemimpinan tergantung pada karakter pemimpinnya; kemampuan intelektual, kematangan pribadi, pendidikan, status sosial ekonomi, human relation, motivasi intrinsik, dimensi perilaku, dan dorongan untuk maju. Karena keterbatasan peramalan efektivitas kepemimpinan melalui pendekatan sifat, para peneliti mulai mengembangkan pemikiran untuk meneliti perilaku pemimpin sebagai cara untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan. Konsepnya beralih dari siapa yang memiliki kepemimpinan ke bagaimana perilaku seseorang untuk memimpin secara efektif. Dari sinilah benang merah teori tersebut dapat tersambung dengan buku ini.
Buku di tangan Anda ini berusaha menjabarkan bagaimana sebenarnya mereka yang memiliki jiwa kepemimpinan itu juga mengembangkan mental mempersembahkan (tribute) untuk keberhasilan orang-orang di sekitarnya. Dengan menciptakan panggung bagi orang lain, energi positif yang dikeluarkan akan memberikan feedback; mempercepat tercapainya visi hidup, sebab pekerjaan-pekerjaan kita sudah bisa diambil alih orang yang hendak kita beri panggung, sehingga kita punya banyak waktu untuk mengembangkan diri. Dorongan tersebut juga akan mempercepat peningkatan kompetensi, sebab ketika sibuk mengangkat orang lain, secara tidak langsung derajat kita akan terangkat lantaran kita akan banyak belajar, banyak berusaha, dan mencari solusi (hal. 45).
Jamil memberikan analogi bagus mengenai tingkatan derajat manusia dalam konteks pengembangan diri. Derajat terendah ditempati oleh mereka yang baru tahu potensi dirinya sendiri, sebab bisa dipastikan kehidupannya di bawah rata-rata kebanyakan orang. Dia baru tahu potensinya, tetapi belum mau atau belum mampu mengoptimalkannya. Derajat kedua ditempati oleh ‘aku yang terlatih’, sebab orang-orang seperti ini terbukti akan dikejar-kejar banyak peluang, kesempatan, popularitas, rezeki, dan relasi. Hanya saja pengembangan dirinya justru masih terganjal oleh kesuksesannya yang masih sendirian. Derajat ketiga ditempati oleh ‘kita’. Di level ini orang sudah berpikir bagaimana ‘kita’, banyak hal yang bisa dilakukan untuk kepentingan bersama, bukan hanya diri sendiri. Hidupnya benar-benar didedikasikan untuk menebar manfaat dan rahmat. Sementara derajat tertinggi adalah milik mereka yang memiliki pedoman ‘kita dan Dia’. Hidupnya didedikasikan untuk kepentingan bersama dalam rangka mengumpulkan bekal untuk berjumpa denganNya. Dan level ini hanya bisa dicapai jika sudah melalui level-level sebelumnya (hal. 54).
Penggambaran level tersebut terlihat seperti sebuah blueprint yang mesti dilakukan seseorang jika ingin mendapatkan kesuksesan yang lebih besar. Hal tersebut sejalan dengan sebuah analisis Standard & Poors (perusahaan pemeringkat saham dan obligasi di Amerika) ketika menyusun daftar 500 perusahaan terbaik. 49 tahun kemudian, dari 500 perusahaan hanya tersisa 74 perusahaan yang masih layak dikatakan terbaik. Selebihnya menghilang. Setelah diteliti dan dikaji, penyebabnya bukanlah lemahnya modal dan sistem manajemen, melainkan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip moral dan etika. Maka wajarlah jika Gay Hendricks dan Kate Ludeman dalam bukunya, The Corporate Mystics, berkesimpulan bahwa pemimpin-pemimpin perusahaan yang sukses di abad 21 adalah mereka yang spiritualistik, fokus pada Kita dan Dia (hal. 55).
Hidup itu melayani, begitulah sifat seorang pemimpin sejati. Namun seperti yang kita ketahui, tidak semua orang senang menciptakan panggung untuk orang lain. Banyak orang yang sibuk hanya untuk kepentingan diri sendiri, padahal hal tersebut justru menyusahkan hidup. Buku ini akan memberikan perspektif baru mengenai hal ini, tentu saja dengan menggunakan beberapa syarat; Mindset dan heart set yang tepat, membawa dampak jangka panjang, serta merupakan proyek kebaikan.
Seperti yang pernah diujarkan Tom Peters bahwa pemimpin tidak sekadar menciptakan pengikut. Pemimpin lebih banyak menciptakan pemimpin. Bukan melahirkan pengikut yang membabi buta, keras kepala, dan tanpa nalar. Dengan begitu, hidup Anda pun akan senantiasa mengalami peningkatan kualitas diri.*

Nur Hadi, Harian Tribun Jateng, Minggu 8 januari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar