Haru Biru Percintaan Resepsionis
Judul Buku : Daisuki
Da Yo Fani-Chan
Penulis :
Winda Krisnadefa
Penerbit :
Penerbit Qanita (PT Mizan Pustaka)
Cetakan :
Pertama, Juni 2014
Tebal :
298 halaman
ISBN :
978-602-1637-36-4
Novel romance ini benar-benar menyorot dunia para
resepsionis yang ternyata tak sesimpel yang selalu kita lihat. Di balik
penampilan cantik, ramah tamah, dan penuh senyum, ternyata ada sebuah dunia
yang bisa jadi amat rumit seperti yang dialami Fani, gadis cantik yang
berprofesi sebagai resepsionis di Misako and Co., Ltd. Tak hanya bertugas
menyambut para tamu perusahaan, menyiapkan ruang meeting untuk para atasannya, mereka juga dituntut seprofesional
mungkin dalam menunjukkan gambaran tentang perusahaan yang menaungi mereka.
Kecekatan mereka dalam melayani klien bisa diartikan sebagai gambaran kinerja
perusahaan. Tapi siapa sangka, bahwa di meja kecil si penyambut tamu inilah
justru semua rahasia tentang orang-orang yang bernaung dalam perusahaan itu
tersimpan dengan rapi. Lihat saja ketika Onis memperkenalkan suasana kantor
lengkap dengan kebiasaan, serta gosip para penghuninya (hal. 39).
Adalah Fani dan Onis, dua sejoli resepsionis di
Misako and Co. yang bersahabat dekat.
Fani dengan karakter yang kalem, cenderung loyal dengan pekerjaan, harus
bersanding dengan Onis yang banyak mulut dan cenderung mengabaikan akan
tugas-tugas di meja kerjanya. Alhasil, Fanilah yang kemudian sering menjadi
korban dari kelalaian Onis yang sering melakukan keteledoran. Dari mulai
email-email yang salah kirim, sampai suatu ketika ia juga pernah meninggalkan
tempat kerja lantaran kebiasaannya melarikan diri dengan cowok-cowok korban
incarannya. Dari sosok Onis inilah potret pergaulan bebas tersorot dengan
jelas. Dilatarbelakangi kondisi ekonomi keluarganya yang morat-marit, serta
masa lalu yang kelam (pernah menggugurkan janin lantaran hubungannya dengan
Deni), Fani terlihat begitu tak peduli dengan apa itu harga diri perempuan
(hal. 168). Bahkan ketika kemudian ia melakukan keteledoran, tak sengaja
menggunakan email Fani untuk mengadukan perihal kehamilan yang sama sekali tak
diinginkan Onis. Fani sampai membiarkan dirinya menjadi tameng, menerima
tuduhan yang bukan-bukan dari orang sekantor, bahkan termasuk Tanabe yang
sempat mengira Fani sebagai cewek murahan (hal. 203). Karakter Fani yang lurus
sepertinya dibuat sebagai antitesis atas anggapan miring yang selama ini
melekat atas profesi resepsionis kantoran semacam Onis. Dandanan menor dan
sikap yang kadang kelewat kemayu,
kadangkala hanya merupakan tuntutan kantor. Sedangkan kepribadian tetaplah
tergantung dari masing-masing individu. Serunya, penulis justru menjadikan dua
karakter yang berlawanan ini dalam sebuah persahabatan sehingga melahirkan plot
yang menggemaskan. Tak hanya sekali dua kali, Fani harus selalu menolong Onis
yang jelas-jelas kerap membuatnya kerepotan.
Plot utama novel ini sebenarnya terfokus pada kisah
percintaan Fani dengan Tanabe San yang diselingi dengan bayang-bayang masa lalu
Fani saat magang sebagai resepsionis di sebuah hotel bintang lima di Singapura. Fani terus saja menghindar
dari perhatian-perhatian kecil yang diberikan Tanabe, meskipun dalam hati
kecilnya sebenarnya tersimpan sebuah harapan. Ada sesuatu yang menahan Fani untuk
mengatakan kejujuran perasaannya. Masa lalunya yang kelam dengan Ogi yang
dibayang-bayangi oleh kematian Lana saat masih magang di sebuah hotel
berbintang di Singapura, membuatnya sedikit trauma untuk menjalin hubungan
serius dengan lelaki manapun. Apalagi saat sosok Ogi kemudian muncul kembali
dalam kehidupan Fani. Dua lelaki ini diam-diam bersaing dengan cara
masing-masing demi merengkuh hati gadis periang ini. Kelemahan novel ini
sepertinya terletak pada bagian ending yang
mudah ditebak. Masa lalu Fani dengan Ogi yang kelam, balas budi Onis, dan
kegigihan Tanabe, sudah bisa menggambarkan bagaimana akhir dari petualangan
Fani sebagai resepsionis. Penulis sepertinya ingin menularkan virus optimisme
bagi siapapun yang berprofesi setara dengan Fani, bahwa jika dia menjalaninya
dengan penuh tanggungjawab, tak ada yang rugi kelak di kemudian hari.*
(Nur Hadi, Versi 1, di Radar Sampit, Minggu 5 Juli 2015)
Leliku Percintaan Resepsionis
Novel romance ini menyorot dunia para resepsionis
yang ternyata tak sesimpel yang selalu kita lihat. Di balik penampilan cantik,
ramah tamah, dan penuh senyum, ternyata ada sebuah dunia yang bisa jadi amat
rumit seperti yang dialami Fani, gadis cantik yang berprofesi sebagai
resepsionis di Misako and Co., Ltd. Tak hanya bertugas menyambut para tamu
perusahaan, menyiapkan ruang meeting
untuk para atasannya, mereka juga dituntut seprofesional mungkin dalam
menunjukkan gambaran tentang perusahaan yang menaungi mereka. Kecekatan mereka dalam
melayani klien bisa diartikan sebagai gambaran kinerja perusahaan. Tapi siapa
sangka, bahwa di meja kecil si penyambut tamu inilah justru semua rahasia
tentang orang-orang yang bernaung dalam perusahaan itu tersimpan dengan rapi
(hal. 39).
Plot utama novel ini sebenarnya terfokus pada kisah
percintaan Fani dengan Tanabe San yang diselingi dengan bayang-bayang masa lalu
Fani saat magang sebagai resepsionis di sebuah hotel bintang lima di Singapura.
Fani terus saja menghindar dari perhatian-perhatian kecil yang diberikan
Tanabe, meskipun dalam hati kecilnya sebenarnya tersimpan sebuah harapan. Masa
lalunya yang kelam dengan Ogi yang dibayang-bayangi oleh kematian Lana saat
masih magang di sebuah hotel berbintang di Singapura, membuatnya sedikit trauma
untuk menjalin hubungan serius dengan lelaki manapun.
Fani dan Onis adalah resepsionis di Misako and Co. yang bersahabat dekat. Fani yang
kalem, cenderung loyal dengan pekerjaan, bersanding dengan Onis yang banyak
mulut dan cenderung mengabaikan akan tugas-tugas di meja kerjanya. Alhasil,
Fanilah yang kemudian sering menjadi korban dari kelalaian. Dari mulai
email-email yang salah kirim, sampai kebiasaannya melarikan diri dengan
cowok-cowok korban incarannya. Dari sosok Onis inilah potret pergaulan bebas
tersorot dengan jelas. Dilatarbelakangi kondisi ekonomi keluarganya yang
morat-marit, serta masa lalu yang kelam (pernah menggugurkan janin lantaran
hubungannya dengan Deni), Fani terlihat begitu tak peduli dengan apa itu harga
diri perempuan (hal. 168).
Karakter Fani sepertinya dibuat sebagai antitesis
atas anggapan miring yang selama ini melekat atas profesi resepsionis kantoran
semacam Onis. Dandanan menor dan sikap yang kadang kelewat kemayu, kadangkala hanya merupakan tuntutan kantor.*
(Nur Hadi, Versi ke-2, di Galamedia, Rabu 22 Juli 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar