Kamis, 09 Juli 2015

Haru Biru Percintaan Resepsionis



Haru Biru Percintaan Resepsionis




Judul Buku  :  Daisuki Da Yo Fani-Chan
Penulis        :  Winda Krisnadefa
Penerbit       :  Penerbit Qanita (PT Mizan Pustaka)
Cetakan       :  Pertama,  Juni 2014
Tebal           :  298 halaman
ISBN           :  978-602-1637-36-4


Novel romance ini benar-benar menyorot dunia para resepsionis yang ternyata tak sesimpel yang selalu kita lihat. Di balik penampilan cantik, ramah tamah, dan penuh senyum, ternyata ada sebuah dunia yang bisa jadi amat rumit seperti yang dialami Fani, gadis cantik yang berprofesi sebagai resepsionis di Misako and Co., Ltd. Tak hanya bertugas menyambut para tamu perusahaan, menyiapkan ruang meeting untuk para atasannya, mereka juga dituntut seprofesional mungkin dalam menunjukkan gambaran tentang perusahaan yang menaungi mereka. Kecekatan mereka dalam melayani klien bisa diartikan sebagai gambaran kinerja perusahaan. Tapi siapa sangka, bahwa di meja kecil si penyambut tamu inilah justru semua rahasia tentang orang-orang yang bernaung dalam perusahaan itu tersimpan dengan rapi. Lihat saja ketika Onis memperkenalkan suasana kantor lengkap dengan kebiasaan, serta gosip para penghuninya (hal. 39).
Adalah Fani dan Onis, dua sejoli resepsionis di Misako and Co. yang bersahabat dekat. Fani dengan karakter yang kalem, cenderung loyal dengan pekerjaan, harus bersanding dengan Onis yang banyak mulut dan cenderung mengabaikan akan tugas-tugas di meja kerjanya. Alhasil, Fanilah yang kemudian sering menjadi korban dari kelalaian Onis yang sering melakukan keteledoran. Dari mulai email-email yang salah kirim, sampai suatu ketika ia juga pernah meninggalkan tempat kerja lantaran kebiasaannya melarikan diri dengan cowok-cowok korban incarannya. Dari sosok Onis inilah potret pergaulan bebas tersorot dengan jelas. Dilatarbelakangi kondisi ekonomi keluarganya yang morat-marit, serta masa lalu yang kelam (pernah menggugurkan janin lantaran hubungannya dengan Deni), Fani terlihat begitu tak peduli dengan apa itu harga diri perempuan (hal. 168). Bahkan ketika kemudian ia melakukan keteledoran, tak sengaja menggunakan email Fani untuk mengadukan perihal kehamilan yang sama sekali tak diinginkan Onis. Fani sampai membiarkan dirinya menjadi tameng, menerima tuduhan yang bukan-bukan dari orang sekantor, bahkan termasuk Tanabe yang sempat mengira Fani sebagai cewek murahan (hal. 203). Karakter Fani yang lurus sepertinya dibuat sebagai antitesis atas anggapan miring yang selama ini melekat atas profesi resepsionis kantoran semacam Onis. Dandanan menor dan sikap yang kadang kelewat kemayu, kadangkala hanya merupakan tuntutan kantor. Sedangkan kepribadian tetaplah tergantung dari masing-masing individu. Serunya, penulis justru menjadikan dua karakter yang berlawanan ini dalam sebuah persahabatan sehingga melahirkan plot yang menggemaskan. Tak hanya sekali dua kali, Fani harus selalu menolong Onis yang jelas-jelas kerap membuatnya kerepotan.
Plot utama novel ini sebenarnya terfokus pada kisah percintaan Fani dengan Tanabe San yang diselingi dengan bayang-bayang masa lalu Fani saat magang sebagai resepsionis di sebuah hotel bintang lima di Singapura. Fani terus saja menghindar dari perhatian-perhatian kecil yang diberikan Tanabe, meskipun dalam hati kecilnya sebenarnya tersimpan sebuah harapan. Ada sesuatu yang menahan Fani untuk mengatakan kejujuran perasaannya. Masa lalunya yang kelam dengan Ogi yang dibayang-bayangi oleh kematian Lana saat masih magang di sebuah hotel berbintang di Singapura, membuatnya sedikit trauma untuk menjalin hubungan serius dengan lelaki manapun. Apalagi saat sosok Ogi kemudian muncul kembali dalam kehidupan Fani. Dua lelaki ini diam-diam bersaing dengan cara masing-masing demi merengkuh hati gadis periang ini. Kelemahan novel ini sepertinya terletak pada bagian ending yang mudah ditebak. Masa lalu Fani dengan Ogi yang kelam, balas budi Onis, dan kegigihan Tanabe, sudah bisa menggambarkan bagaimana akhir dari petualangan Fani sebagai resepsionis. Penulis sepertinya ingin menularkan virus optimisme bagi siapapun yang berprofesi setara dengan Fani, bahwa jika dia menjalaninya dengan penuh tanggungjawab, tak ada yang rugi kelak di kemudian hari.*

(Nur Hadi, Versi 1, di Radar Sampit, Minggu 5 Juli 2015)



Leliku Percintaan Resepsionis


 
Novel romance ini menyorot dunia para resepsionis yang ternyata tak sesimpel yang selalu kita lihat. Di balik penampilan cantik, ramah tamah, dan penuh senyum, ternyata ada sebuah dunia yang bisa jadi amat rumit seperti yang dialami Fani, gadis cantik yang berprofesi sebagai resepsionis di Misako and Co., Ltd. Tak hanya bertugas menyambut para tamu perusahaan, menyiapkan ruang meeting untuk para atasannya, mereka juga dituntut seprofesional mungkin dalam menunjukkan gambaran tentang perusahaan yang menaungi mereka. Kecekatan mereka dalam melayani klien bisa diartikan sebagai gambaran kinerja perusahaan. Tapi siapa sangka, bahwa di meja kecil si penyambut tamu inilah justru semua rahasia tentang orang-orang yang bernaung dalam perusahaan itu tersimpan dengan rapi (hal. 39).
Plot utama novel ini sebenarnya terfokus pada kisah percintaan Fani dengan Tanabe San yang diselingi dengan bayang-bayang masa lalu Fani saat magang sebagai resepsionis di sebuah hotel bintang lima di Singapura. Fani terus saja menghindar dari perhatian-perhatian kecil yang diberikan Tanabe, meskipun dalam hati kecilnya sebenarnya tersimpan sebuah harapan. Masa lalunya yang kelam dengan Ogi yang dibayang-bayangi oleh kematian Lana saat masih magang di sebuah hotel berbintang di Singapura, membuatnya sedikit trauma untuk menjalin hubungan serius dengan lelaki manapun.
Fani dan Onis adalah resepsionis di Misako and Co. yang bersahabat dekat. Fani yang kalem, cenderung loyal dengan pekerjaan, bersanding dengan Onis yang banyak mulut dan cenderung mengabaikan akan tugas-tugas di meja kerjanya. Alhasil, Fanilah yang kemudian sering menjadi korban dari kelalaian. Dari mulai email-email yang salah kirim, sampai kebiasaannya melarikan diri dengan cowok-cowok korban incarannya. Dari sosok Onis inilah potret pergaulan bebas tersorot dengan jelas. Dilatarbelakangi kondisi ekonomi keluarganya yang morat-marit, serta masa lalu yang kelam (pernah menggugurkan janin lantaran hubungannya dengan Deni), Fani terlihat begitu tak peduli dengan apa itu harga diri perempuan (hal. 168).
Karakter Fani sepertinya dibuat sebagai antitesis atas anggapan miring yang selama ini melekat atas profesi resepsionis kantoran semacam Onis. Dandanan menor dan sikap yang kadang kelewat kemayu, kadangkala hanya merupakan tuntutan kantor.*

(Nur Hadi, Versi ke-2, di Galamedia, Rabu 22 Juli 2015)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar