Kamis, 12 Februari 2015

Kekuatan untuk Bangkit dari Kegagalan dan Masalah Hidup



Kekuatan untuk Bangkit dari Kegagalan dan  Masalah Hidup



Judul Buku  :  Allah, Cukuplah Engkau sebagai Penolong
Penulis        :  Ahmad Rifa’I Rif’an
Penerbit       :  Penerbit Mizania
Cetakan       :  Pertama,  September 2014
Tebal           :  154 halaman
ISBN           :  978-602-1337-22-6


Dengan bahasa yang sederhana tetapi berbobot, buku ini mengajarkan kepada kita cara menjadi pribadi yang tangguh dan tak mudah rapuh. Memandang kegagalan sebagai hal wajar, lalu bangkit melanjutkan perjuangan. Dalam ‘Live is Never Flat’ penulis mengingatkan, andai keberhasilan mudah digapai, orang sukses di dunia ini pastilah membludak. Namun lihatlah di sekeliling kita, bukankah jumlah orang rata-rata lebih banyak ketimbang orang besar? Karena kebanyakan orang tidak tahan dengan ujian. Mayoritas orang tidak kuat saat berhadapan dengan masalah. Dia mudah menyerah pada persoalan-persoalan yang harusnya dihadapi (hal. 13). Beberapa hal yang bersifat prinsipil juga disinggung dengan elegan. Dalam soal penilaian terhadap kebahagiaan misalnya. Penulis memberikan banyak rincian atas beberapa hal yang kadang kita salah kaprah dalam memaknainya. Sebenarnya kita memiliki hak untuk bisa bahagia tanpa harus menunggu pencapaian pada apa yang kita inginkan. Kita punya hak untuk meraih ketenangan jiwa tanpa harus menanti tergapainya cita-cita dan harapan. Jika kita mensyaratkan kemenangan untuk bisa merasakan kebahagiaan, betapa singkatnya kebahagiaan itu mampir ke jiwa kita. Karena dalam hidup, kita lebih banyak menghabiskan waktu dalam proses mencapai bahagia ketimbang merasakan hasil dari proses pencapaian itu. Kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk bertanding ketimbang waktu untuk festivalisasi kemenangan (hal. 35). Proses dari segala apa yang kita upayakan justru bisa menjadi puncak kenikmatan, jika kita mau menyadarinya.
Pendewasaan diri menjadi hal utama yang diusung buku inspiratif ini. Tak suka membanding-bandingkan diri dengan orang lain akan membuat diri lebih fokus terhadap usaha kita. Mengadukan segala masalah hidup hanya kepada-Nya akan meneguhkan jiwa kita. Berbeda jika menangis, meminta, atau mengadu kepada manusia karena mungkin kita akan dikatakan manja. Introspeksi juga merupakan cara terbaik untuk menumbuhkan karakter. Ketika kemudian kita menemukan kesalahan diri sendiri, jangan takut untuk menanggung konsekuensinya. Konsekuensi harus dihadapi sebagai media pembelajaran diri, agar kita tak mengulangi kesalahan itu lagi. Perkara memaafkan juga bisa dijadikan acuan tentang kedewasaan bersikap. Sama halnya dengan perihal penerimaan nasihat dari orang lain. Ketika ada seseorang yang menasihatkan kebaikan, orang dewasa akan cenderung mendengar dan langsung mengamalkannya jika dirasa memang benar. Namun seorang yang jiwanya masih kerdil akan mudah menjustifikasi si penasihat tadi sebagai orang sok tahu, sok pintar, dan sok bijak. Padahal bisa jadi, salah satu cara Tuhan mengingatkan kita adalah dengan mengirimkan seseorang kepada kita dengan nasihat-nasihatnya. Sikap kita dalam menerima kritik/nasihat orang lain memperlihatkan seberapa ‘besar’nya kita. Setali dengan ucapan Schopenhauer, “Orang yang rendah derajatnya merasa senang sekali bila dapat menemukan kesalahan atau ketololan orang besar.” Pengkritik adalah ampelas. Indikasi kedewasaan selanjutnya adalah kesabaran. Ketika ada seseorang yang mengungkapkan bahwa sabar itu ada batasnya, hakikatnya dia tidak sabar. Kesabaran itu sebenarnya tak memiliki batas. Jikapun disebut sebagai batas, batas kesabaran adalah ketika kebahagiaan dan kebaikan hidup telah diperoleh.
Bagian lain yang coba dibidik oleh penulis buku ini adalah beberapa sikap yang layak dipelihara untuk membangkitkan jiwa. Ahmad Rifa’i bilang, Tuhan tidak pernah iseng kepada makhluk-Nya. Dengan beragam kesulitan, sebenarnya Dia hendak menghebatkan kita. Jangan ada waktu untuk memanjakan keluhan dan kesedihan. Beri porsi kepasrahan sewajarnya saja. Coba bayangkan, seandainya kehidupan ini lurus-lurus saja. Dan tips terbaik agar senantiasa bersinar setiap hari adalah jagalah impian-impian besar, jagalah rasa syukur, serta teruslah menebar manfaat bagi sebanyak mungkin sesama.*

(Nur Hadi, Kabar Probolinggo, Kamis 5 Februari 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar