Episode Terpenting Rasulullah Saw.
Penulis: Nur Hadi
Judul Buku : 10
Episode Teragung Rasulullah Saw.
Penulis :
Khalid Muhammad Khalid
Penerbit :
Penerbit Mizania
Cetakan :
Pertama, Oktober 2014
Tebal :
176 halaman
ISBN :
978-602-9255-98-0
Mengapa judul buku ini sengaja memilah 10 episode,
yang seolah hal itu menempatkan episode ini lebih penting dan bernilai daripada
episode lainnya dalam kehidupan Rasulullah Saw? Sebenarnya Penulis telah
menyadari, bahwa seluruh kisah hidup Rasulullah bahkan tiap detiknya sama
bernilainya, baik saat beliau mengarungi berbagai kesulitan maupun saat penuh
limpahan rahmat. Penulis sengaja memilih 10 episode ini lantaran ia melihatnya
sebagai gerbang utama yang akan mengantarkan pembaca pada berbagai rahasia yang
agung, yakni berbagai keutamaan dan keluhuran pribadi Rasulullah Saw. Yang dimaksud dengan episode di sini bukan
kesatuan waktu yang terdiri atas 24 jam, meski hal itu cocok dengan mayoritas
episode yang disebutkan dalam buku ini. Yang dimaksud episode di sini adalah
penggalan episode sejarah yang sangat menarik untuk dicermati dan ditelaah
sehingga didapatkan pemahaman akan hal-hal terindah yang pernah diketahui
manusia, baik dalam aspek keagungan peradaban, tujuan, dan kelurusan jalan
(hal. 9).
Dalam ‘Episode Turunnya Wahyu’ (hal. 24) kita akan
mendapatkan gambaran kepribadian Muhammad sebelum ia diangkat menjadi rasul.
Bagaimana ia justru merasa prihatin dengan keadaan orang-orang di sekitarnya,
ia justru merasa sedih atas kondisi kota
Makkah yang disesaki dengan perilaku-perilaku tak terpuji. Hingga akhirnya
beliau memutuskan menyepi dan beribadah di dalam Gua Hira. Rumahnya terlalu
sempit untuk mampu menahan kepakan ruhnya. Di tempat terpencil itulah setiap
hari ruhnya kian bertambah murni, terang, dan cemerlang. Hingga mencapai
puncaknya ketika beliau kedatangan tamu istimewa yang tiba-tiba saja
menyuruhnya membaca, padahal beliau sungguh tak bisa membaca. Dari episode ini
seharusnya kita menjadi tahu tentang kebenaran risalah Al-Quran bahwa itu bukan
karangan beliau, melainkan benar-benar wahyu yang sengaja diturunkan melalui
seorang rasul yang buta huruf.
Lalu bacalah ‘Episode Hamzah’. Pada babak ini kita
bisa berkaca pada kesabaran Rasulullah Saw. ketika menghadapi kematian pamannya
tersebut, yang berakhir sangat tragis di tangan Wahsyi—seorang budak asal
Habsyi yang ditugasi Hindun untuk membalaskan dendam atas kematian suami dan
anak lelakinya. Sebagai manusia, tentu saja ada amarah saat melihat mayat yang
telah diambil jantung dan segala isi perutnya, apalagi mayat itu adalah
pamannya sendiri, yang selama ini telah membelanya mati-matian dalam
menjalankan dakwah. Allah Swt. pun sampai menegur beliau dengan ayat yang
langsung turun seketika, yakni QS. An-Nahl; 125-128, agar beliau lebih
mengutamakan kesabaran dalam berdakwah (hal. 92).
Episode lain yang tak kalah menarik adalah
‘Takhyir’. Pada bagian ini Penulis membeberkan sebuah pandangan/bantahan yang
logis atas tuduhan orang-orang yang menganggap bahwa Rasulullah adalah seorang
yang gila perempuan lantaran telah menikahi sembilan perempuan. Beberapa fakta
yang ada menunjukkan bahwa faktor pendorong terjadinya poligami dalam kehidupan
beliau tak lain adalah karena kemuliaan, kebapakan, dan tanggung jawab yang
mendalam. Bisa dikatakan, bahwa pernikahan yang terjadi dalam kehidupan Rasul
dengan tujuan murni sebagai pernikahan hanya terjadi dua kali; pertama, ketika
beliau menikahi Khadijah, dan yang kedua, ketika beliau menikahi A’isyah
setelah kematian istri pertama. Dalam episode ini Penulis menceritakan secara
runtut kronologi pertemuan Rasulullah dengan istri-istri beliau, tentu saja
beserta hal-ihwal yang melatarbelakangi peristiwa itu (hal. 152).
Episode terakhir yang harus ditelaah adalah ‘Episode
Perpisahan’. Yang patut dicatat dari bab ini adalah perenungan Penulis akan waktu
kedatangan wahyu terakhir di mana seolah Rasulullah Saw. tak diberi kesempatan
sedikitpun, meski beberapa tahun saja, untuk menikmati kemenangan yang
diraihnya atau kemewahan hidup di dalamnya. Akhir yang cepat ini justru menjadi
bentuk pemuliaan serta penghormatan terbesar bagi beliau (hal.164).*
(Nur Hadi, Harian Singgalang, Minggu 15 Februari 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar