Sabtu, 21 November 2015

Tiga Kali Untuk Ibu



Memupuk Sikap Penggapai Ridha Ibu




Judul Buku  :  Mencari Surga di Telapak Kaki Ibu
Penulis        :  Abdul Wahid
Penerbit       :  Penerbit Sabil
Cetakan       :  Pertama,  2015
Tebal           :  144 halaman
ISBN           :  978-602-7695-94-8


Seseorang datang kepada Rasulullah Saw. dan bertanya, siapakah orang yang berhak mendapatkan perlakuan baik darinya? Beliau kemudian menjawab, ibumu, ibumu, ibumu, lalu bapakmu. Di lain kesempatan, beliau juga bersabda bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Dua pengingat tersebut seharusnya cukup menjadi penegas akan penting dan utamanya posisi seorang ibu. Bahwa perjuangan seorang ibu adalah sepanjang hayat, sejak dari mengandung, melahirkan, menyusui, mendidik, dan merawat. Ia adalah pencetak generasi baru yang dapat menunjang keberlangsungan kehidupan. Apabila seorang ibu dipersiapkan dengan baik dan bijaksana, maka sebenarnya ia telah memulai menyiapkan dunia untuk lebih baik dan bijaksana pula. Begitu pula sebaliknya (hal. 23).
Di tangan seorang ibulah generasi dunia yang baik, cerdas, dan luar biasa lahir. Demikian juga sebaliknya, sebuah generasi dunia dapat menjadi bencana jika seorang ibu tak mempersiapkannya sebaik mungkin. Ibu menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, bahkan sejak masih berada dalam kandungan hingga tumbuh mandiri. Jasa seorang ibu jelas tak terbeli dan tak terbalaskan. Pernah datang seseorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw. mengenai sesuatu yang telah ia lakukan sebelumnya. Orang tersebut bercerita bahwa ia telah merawat dan menjaga ibunya, menggendong ibunya sewaktu menunaikan ibadah haji. Apakah perbuatannya itu telah dapat membalas kebaikan yang selama ini ditunjukkan sang ibu? Rasulullah Saw. menjawab tegas; tidak!
Kehadiran buku ini tampak sebagai upaya  untuk mengajak merenung kembali persepsi kita mengenai sosok seorang ibu bagi kehidupan. Ada banyak cara yang diingatkan oleh buku ini untuk meraih keridhaan serta menemukan surga di telapak kaki ibu. Misalnya saja, memberikan sesuatu yang bermanfaat, memenuhi segala kebutuhan ibu, sesuai batas kemampuan. Ingatkan diri sendiri bahwa segala kebaikan kita, seberapapun banyaknya, belumlah cukup untuk membalas segala kebaikan beliau yang sepanjang hayat. Menggunakan bahasa yang sopan saat berbicara, bertuturlah dengan lemah lembut, dan tidak menyinggung perasaannya. Usahakan selalu berhati-hati dalam mengeluarkan pendapat. Salah satu dari bentuk kedurhakaan adalah menyepelekan pendapat ibu. Jangan secara frontal mengkritik sesuatu yang dilakukan oleh beliau. Pakailah bahasa yang baik jika kita berniat menasihati. Selanjutnya yaitu, mendoakan ibu dan memohon doanya. Bagilah kabar gembira dengan beliau, sementara simpanlah kabar buruk dari telinganya. Umumnya, saking dekatnya dengan ibu, kita cenderung lupa kondisi yang tepat untuk curhat kepadanya. Bagi anak yang sudah berumah tangga, tak baik jika selalu membuat ibu merasa tidak nyaman dalam komunikasi. Misalnya, selalu membicarakan kesulitan atau kesusahan dalam berumah tangga setiap bertemu dengannya.
Sikap bakti lainnya misalnya, memberikan semangat dan penghargaan yang besar atas segala jerih payah yang telah diberikannya kepada kita. Lalu membanggakan ibu di setiap kesempatan, sebagai bagian dari upaya rasa terima kasih kita kepadanya. Menjaga dan memelihara kesehatan, sebagai bagian dari upaya balas jasa. Menjaga kehormatan beliau. Mendahulukan kepentingan beliau sesuai kemampuan kita. Segera meminta maaf jika berbuat salah. Sigap membantu pekerjaan beliau. Menghargai keputusan beliau, meskipun berbeda pendapat dalam suatu urusan. Serta memahami dan menghargai sifat-sifat beliau.
Di bagian akhir buku ini, penulis tampaknya sengaja menyuguhkan beberapa kisah mengenai mereka yang mengalami berbagai kesulitan lantaran kedurhakaannya, serta mereka yang mendapatkan beberapa kemudahan lantaran baktinya terhadap ibu, sebagai bahan permenungan. Sebut saja Alqamah, seorang sahabat Rasulullah yang kesulitan mengucap syahadat menjelang kematiannya, lantaran pernah berbuat durhaka terhadap sang ibu.*





(Nur Hadi, Majalah Walida Edisi September 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar