Memupuk Sikap Penggapai Ridha Ibu
Judul Buku : Mencari
Surga di Telapak Kaki Ibu
Penulis :
Abdul Wahid
Penerbit :
Penerbit Sabil
Cetakan :
Pertama, 2015
Tebal :
144 halaman
ISBN :
978-602-7695-94-8
Seseorang datang kepada Rasulullah Saw. dan
bertanya, siapakah orang yang berhak mendapatkan perlakuan baik darinya? Beliau
kemudian menjawab, ibumu, ibumu, ibumu, lalu bapakmu. Di lain kesempatan,
beliau juga bersabda bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Dua
pengingat tersebut seharusnya cukup menjadi penegas akan penting dan utamanya
posisi seorang ibu. Bahwa perjuangan seorang ibu adalah sepanjang hayat, sejak
dari mengandung, melahirkan, menyusui, mendidik, dan merawat. Ia adalah pencetak
generasi baru yang dapat menunjang keberlangsungan kehidupan. Apabila seorang
ibu dipersiapkan dengan baik dan bijaksana, maka sebenarnya ia telah memulai
menyiapkan dunia untuk lebih baik dan bijaksana pula. Begitu pula sebaliknya
(hal. 23).
Di tangan seorang ibulah generasi dunia yang baik,
cerdas, dan luar biasa lahir. Demikian juga sebaliknya, sebuah generasi dunia
dapat menjadi bencana jika seorang ibu tak mempersiapkannya sebaik mungkin. Ibu
menjadi madrasah pertama bagi anak-anaknya, bahkan sejak masih berada dalam
kandungan hingga tumbuh mandiri. Jasa seorang ibu jelas tak terbeli dan tak
terbalaskan. Pernah datang seseorang yang bertanya kepada Rasulullah Saw.
mengenai sesuatu yang telah ia lakukan sebelumnya. Orang tersebut bercerita
bahwa ia telah merawat dan menjaga ibunya, menggendong ibunya sewaktu
menunaikan ibadah haji. Apakah perbuatannya itu telah dapat membalas kebaikan
yang selama ini ditunjukkan sang ibu? Rasulullah Saw. menjawab tegas; tidak!
Kehadiran buku ini tampak sebagai upaya untuk mengajak merenung kembali persepsi kita
mengenai sosok seorang ibu bagi kehidupan. Ada
banyak cara yang diingatkan oleh buku ini untuk meraih keridhaan serta
menemukan surga di telapak kaki ibu. Misalnya saja, memberikan sesuatu yang
bermanfaat, memenuhi segala kebutuhan ibu, sesuai batas kemampuan. Ingatkan
diri sendiri bahwa segala kebaikan kita, seberapapun banyaknya, belumlah cukup
untuk membalas segala kebaikan beliau yang sepanjang hayat. Menggunakan bahasa
yang sopan saat berbicara, bertuturlah dengan lemah lembut, dan tidak
menyinggung perasaannya. Usahakan selalu berhati-hati dalam mengeluarkan
pendapat. Salah satu dari bentuk kedurhakaan adalah menyepelekan pendapat ibu. Jangan
secara frontal mengkritik sesuatu yang dilakukan oleh beliau. Pakailah bahasa
yang baik jika kita berniat menasihati. Selanjutnya yaitu, mendoakan ibu dan
memohon doanya. Bagilah kabar gembira dengan beliau, sementara simpanlah kabar
buruk dari telinganya. Umumnya, saking dekatnya dengan ibu, kita cenderung lupa
kondisi yang tepat untuk curhat kepadanya. Bagi anak yang sudah berumah tangga,
tak baik jika selalu membuat ibu merasa tidak nyaman dalam komunikasi.
Misalnya, selalu membicarakan kesulitan atau kesusahan dalam berumah tangga
setiap bertemu dengannya.
Sikap bakti lainnya misalnya, memberikan semangat
dan penghargaan yang besar atas segala jerih payah yang telah diberikannya
kepada kita. Lalu membanggakan ibu di setiap kesempatan, sebagai bagian dari
upaya rasa terima kasih kita kepadanya. Menjaga dan memelihara kesehatan,
sebagai bagian dari upaya balas jasa. Menjaga kehormatan beliau. Mendahulukan
kepentingan beliau sesuai kemampuan kita. Segera meminta maaf jika berbuat
salah. Sigap membantu pekerjaan beliau. Menghargai keputusan beliau, meskipun berbeda
pendapat dalam suatu urusan. Serta memahami dan menghargai sifat-sifat beliau.
Di bagian akhir buku ini, penulis tampaknya sengaja
menyuguhkan beberapa kisah mengenai mereka yang mengalami berbagai kesulitan
lantaran kedurhakaannya, serta mereka yang mendapatkan beberapa kemudahan
lantaran baktinya terhadap ibu, sebagai bahan permenungan. Sebut saja Alqamah,
seorang sahabat Rasulullah yang kesulitan mengucap syahadat menjelang
kematiannya, lantaran pernah berbuat durhaka terhadap sang ibu.*
(Nur Hadi,
Majalah Walida Edisi September 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar