Selasa, 11 Agustus 2015

Kisah Nyata Seekor Kucing yang Menginspirasi Dunia



Seekor Kucing yang Menginspirasi Dunia



Judul Buku  :  Dewey
Penulis         :  Vicki Myron dan Bret Witter
Penerbit       :  Penerbit Serambi
Cetakan       :  Pertama, Juni 2015
Tebal           :  392 halaman
ISBN           :  978-602-290-046-7


Kisah inspiratif ini dimulai dari peristiwa menyedihkan. Umurnya baru beberapa minggu ketika pada malam terdingin tahun itu, seekor kucing malang ditemukan oleh Vicki Myron dalam kotak pengembalian buku Perpustakaan Umum Spencer, Iowa (hal.12). Bayi kucing itu pun segera mendapatkan simpati dari para penghuni perpustakaan dengan beragam cara kasih sayang, terutama dari Vicki—yang pertama kali menemukan, yang kemudian berniat menjadikannya ‘anak angkat’ yang tinggal di perpustakaan.
Tapi, keinginan itu mesti terhadang soal izin tempat tinggal Dewey, yang meski terkesan sepele, namun ternyata rumit. Vicki harus maklum dengan Walikota yang tak mau tahu urusan perpustakaan, maklum dengan jaksa wilayah yang awam undang-undang pemeliharaan hewan di perpustakaan, serta terutama para dewan perpustakaan yang semula memberinya kesempatan, namun di kemudian hari coba mempermasalahkan ketika Dewey dalam masa-masa menjelang kematiannya lantaran ia tak lagi menjadi kucing yang tepat bagi sebuah perpustakaan. Beruntunglah, lantaran pada masa awal pertumbuhannya, Dewey begitu ramah terhadap pengunjung perpustakaan, tak pemalu dan penakut, tak banyak tingkah, serta suka berada di antara banyak orang dan mampu membuat orang-orang balas menyayanginya. Nama ‘Dewey’ itu sendiri merupakan hadiah yang digagas pihak perpustakaan dalam sebuah perlombaan Our Name the Kitty—Nama Kita untuk Pusi (hal. 40).
Perlahan tapi pasti, Dewey menjadi sahabat istimewa bagi beberapa pengunjung perpus. Sebut saja Sharon dan anak perempuannya—Emmy yang mengidap sindrom Down, Yvonne Berry—wanita lajang berusia akhir tigapuluhan yang pernah terpaksa menyuntik mati kucingnya, Chrystal—gadis kecil tuna grahita yang amat sulit diajak bersosialisasi. Kedekatan hati mereka terbangun seiring pertumbuhan dan tingkah polah Dewey yang begitu menggemaskan dan menyenangkan.
Bagi Vicki sendiri, Dewey telah menjadi bagian dari keluarga kecilnya yang sempat berantakan. Dewey menjadi sahabat karib yang meski tak pernah bisa memberinya nasihat, namun selalu bisa menjadi tempat pelarian dari kesedihan. Ketika Vicki memutuskan bercerai dengan suaminya yang kecanduan miras, ketika jatuh bangun menafkahi Jodi—anak semata wayang, ketika harus berjuang melawan kanker payudara, serta berbagai kesedihan yang menimpa keluarga besarnya, Deweylah si pelipur lara itu. Ayah Vicki sendiri juga seorang pencinta binatang. Lelaki itu sengaja menghadiahi ibu Vicki dengan kucing bernama Max untuk menemani masa-masa uzurnya serta penghibur dari rasa sedih setelah kehilangan anak kedua yang digerogoti kanker dan anak sulung yang nekat memilih bunuh diri. Tampak bahwa keluarga besar Vicki tak menganggap piaraan hanya sebagai hewan belaka. Kasih sayang, persahabatan, serta pentingnya sikap peduli (meski terhadap seekor hewan), tercermin dalam suasana keluarga besar Jipson.
Ketabahan hewan tersebut telah mengajari Vicki sesuatu. Dari yang semula tersia-sia dan hampir mati, Dewey kemudian mengubah Perpustakaan Spencer menjadi sebuah tempat yang istimewa. Ia menjadi kecintaan para anggota Klub Pendongeng, menjadi ikon sebuah merk makanan kucing terkenal, secara teratur namanya juga muncul di berbagai surat kabar kota-kota yang tak jauh dari Spencer, berbagai majalah fauna, bahkan kemudian muncul di stasiun televisi lokal dan memicu stasiun televisi kota-kota dan negara-negara bagian sekitar untuk tak mau kalah (hal. 213). Ketenaran Dewey semakin meroket ketika sebuah kru televisi dari Jepang berniat mengabadikannya dalam sebuah film dokumenter. Meski hasilnya ternyata hanya beberapa menit adegan duduk dan duduk, tapi hal itu cukup memberi semangat baru bagi para warga Perpustakaan Spencer khususnya, juga kebanggaan bagi sebuah kota pertanian di pedalaman Amerika yang pernah bangkrut, untuk kemudian bangkit dari krisis berkepanjangan yang berakar jauh dari masa silam.
Sebuah kisah nyata yang menyentuh hati dan menginspirasi untuk selalu berpikir positif di tengah segala kesulitan hidup.*


(Nur Hadi, Koran Jakarta, Sabtu 8 Agustus 2015).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar