Al Quran dan Misteri Penciptaan Semesta
Judul Buku : Ayat-ayat
Semesta
Penulis :
Agus Purwanto, D.Sc.
Penerbit :
Penerbit Mizan (PT Mizan Pustaka)
Cetakan :
Pertama, Februari 2015
Tebal :
447 halaman
ISBN :
978-979-433-871-1
Dengan mengumpulkan dan mengklasifikasi kurang lebih
800 ayat yang berkaitan dengan pembentukan dan pengembangan ilmu pengetahuan, doktor
fisika teoretis yang saat ini menjabat sebagai Kepala Laboratorium Fisika Teori
dan Filsafat Alam (LaFTiFA) ITS dan anggota Himpunan Fisika Indonesia dan
Physical Society of Japan ini berniat mengajak kaum Muslim untuk merenungkan
kembali ayat-ayat kauniyah dalam Al
Quran. Konstruksi sains yang berjiwa Qurani
menjadi tujuan utamanya.
Tujuan sains Islam adalah mengetahui watak sejati
segala sesuatu sebagaimana yang diberikan oleh Tuhan, memperlihatkan kesatuan
hukum alam, hubungan seluruh bagian dan aspeknya sebagai refleksi dari kesatuan
prinsip Ilahi. Menurut Al Quran, seluruh makhluk selain manusia adalah Muslim.
Dengan pemahaman seperti ini, sang ilmuwan akan menjadi lebih dekat dan tunduk
kepada Sang Pencipta. Petunjuk tentang prinsip-prinsip sains selalu dikaitkan dengan dengan pengetahuan
metafisik dan spiritual. Artinya, dalam epistemologi Islam, wahyu dan Sunnah
dapat dijadikan sumber inspirasi bagi ilmu pengetahuan. Hal ini jelas
bertentangan dengan sains modern yang mengabaikan dan menyangkal segala aspek
metafisik, spiritual, dan estetis jagat raya. Eddington dan Whitehead menyatakan
dengan tepat bahwa sains modern adalah jenis pengetahuan yang dipilih secara
subjektif karena hanya berurusan dengan aspek-aspek realitas alam semesta yang
dapat dipelajari oleh metode ilmiah. Sains modern dibangun hanya dengan satu
metodologi, yakni metodologi ilmiah yang di dalamnya terkandung unsur logika,
observasi, dan eksperimen. Sedangkan epistemologi sains Islam adalah
epistemologi sains modern plus atau diperluas, yakni plus penerimaan wahyu
sebagai sumber informasi dan plus metodologi yang tidak tunggal (kemajemukan
metodologi), seperti penerimaan metode takwil
(hal. 191).
Sebagai gambaran, jika Einstein meyakini unifikasi 4
gaya di alam (gravitasi, nuklir lemah, nuklir kuat, elektromagnetik)
berdasarkan fakta empiris, Abdul Salam (ilmuwan Muslim pemenang Nobel Fisika)
meyakininya berdasarkan prinsip tauhid, yakni bahwa segala sesuatu adalah
menifestasi Al-Ahad (Yang Satu). Di balik teori fisika yang sama, terdapat
perbedaan keyakinan: empiris vs tauhid.*
(Nur Hadi, Harian Galamedia, Jum'at 31 Juli 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar