Rabu, 19 Agustus 2015

Al Quran dan Misteri Penciptaan Semesta



Al Quran dan Misteri Penciptaan Semesta




Judul Buku  :  Ayat-ayat Semesta
Penulis        :  Agus Purwanto, D.Sc.
Penerbit       :  Penerbit Mizan (PT Mizan Pustaka)
Cetakan       :  Pertama,  Februari 2015
Tebal           :  447 halaman
ISBN           :  978-979-433-871-1


Dengan mengumpulkan dan mengklasifikasi kurang lebih 800 ayat yang berkaitan dengan pembentukan dan pengembangan ilmu pengetahuan, doktor fisika teoretis yang saat ini menjabat sebagai Kepala Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) ITS dan anggota Himpunan Fisika Indonesia dan Physical Society of Japan ini berniat mengajak kaum Muslim untuk merenungkan kembali ayat-ayat kauniyah dalam Al Quran. Konstruksi sains yang berjiwa Qurani menjadi tujuan utamanya.
Tujuan sains Islam adalah mengetahui watak sejati segala sesuatu sebagaimana yang diberikan oleh Tuhan, memperlihatkan kesatuan hukum alam, hubungan seluruh bagian dan aspeknya sebagai refleksi dari kesatuan prinsip Ilahi. Menurut Al Quran, seluruh makhluk selain manusia adalah Muslim. Dengan pemahaman seperti ini, sang ilmuwan akan menjadi lebih dekat dan tunduk kepada Sang Pencipta. Petunjuk tentang prinsip-prinsip sains  selalu dikaitkan dengan dengan pengetahuan metafisik dan spiritual. Artinya, dalam epistemologi Islam, wahyu dan Sunnah dapat dijadikan sumber inspirasi bagi ilmu pengetahuan. Hal ini jelas bertentangan dengan sains modern yang mengabaikan dan menyangkal segala aspek metafisik, spiritual, dan estetis jagat raya. Eddington dan Whitehead menyatakan dengan tepat bahwa sains modern adalah jenis pengetahuan yang dipilih secara subjektif karena hanya berurusan dengan aspek-aspek realitas alam semesta yang dapat dipelajari oleh metode ilmiah. Sains modern dibangun hanya dengan satu metodologi, yakni metodologi ilmiah yang di dalamnya terkandung unsur logika, observasi, dan eksperimen. Sedangkan epistemologi sains Islam adalah epistemologi sains modern plus atau diperluas, yakni plus penerimaan wahyu sebagai sumber informasi dan plus metodologi yang tidak tunggal (kemajemukan metodologi), seperti penerimaan metode takwil (hal. 191).
Sebagai gambaran, jika Einstein meyakini unifikasi 4 gaya di alam (gravitasi, nuklir lemah, nuklir kuat, elektromagnetik) berdasarkan fakta empiris, Abdul Salam (ilmuwan Muslim pemenang Nobel Fisika) meyakininya berdasarkan prinsip tauhid, yakni bahwa segala sesuatu adalah menifestasi Al-Ahad (Yang Satu). Di balik teori fisika yang sama, terdapat perbedaan keyakinan: empiris vs tauhid.*

(Nur Hadi, Harian Galamedia, Jum'at 31 Juli 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar