Jumat, 13 Maret 2015

Membaca Secara Ekstensif Tradisi Filsafat Islam



Membaca Secara Ekstensif Tradisi Filsafat Islam




Judul Buku  :  Falsafatuna (Pandangan terhadap Pelbagai Aliran Filsafat Dunia)
Penulis        :  Muhammad Baqir Ash-Shadr
Penerbit       :  Penerbit Mizania
Cetakan       :  Pertama,  September 2014
Tebal           :  444 halaman
ISBN           :  978-979-433-831-5


Muhammad Baqir Ibn Al-Sayyid Haidar Ibn Isma’il Al-Shadr adalah seorang sarjana, ulama, guru, dan tokoh politik yang lahir di Kazimain, Baghdad, Irak, pada (2350H/1931M). Pada usia empat tahun ia harus kehilangan ayah dan kemudian diasuh oleh ibu dan kakak laki-lakinya, Isma’il, yang juga seorang mujtahid terkenal di Irak. Sejak masa kanak, beliau sudah menunjukkan tanda kegeniusan. Ketika berusia sepuluh, beliau berceramah tentang sejarah Islam, serta tentang beberapa aspek lain budaya Islam. Beliau mampu memahami isu-isu teologis yang sulit bahkan tanpa bantuan seorang guru pun. Pada usia sebelas, beliau mengambil kajian logika, dan menulis buku yang mengkritik para filosof. Dan pada usia tiga belas tahun, kakaknya mengajarkan ushul fiqh. Pada usia sekitar enam belas, beliau pindah ke Najaf untuk menuntut pendidikan yang lebih baik dalam berbagai cabang ilmu Islam, sehingga hasilnya empat tahun kemudian beliau menghasilkan sebuah ensiklopedia tentang ilmu ushul, Ghayat Al-Fikr fi Al-Ushul. Pada usia dua lima, beliau telah mengajar bahts kharij (tahap terakhir ushul). Dan patut disebutkan pula bahwa pada usia tiga puluh beliau menjadi seorang mujtahid. Dalam karya-karyanya, beliau kerap menyerang dialektika materialistis, dan menyokong konsep Islam dalam membedakan antara kebenaran dan kesalahan. Beliau juga pernah intens menulis secara panjang lebar tentang ekonomi Islam, dan sering dimintai konsultasi oleh berbagai organisasi Islam, seperti Bank Pembangunan Islam.
Karena ajaran-ajaran dan keyakinan-keyakinan politiknya, yang menyebabkan dia mengutuk rezim Ba’ats di Irak sebagai pihak yang melanggar hak-hak asasi manusia dan Islam, beliau kemudian ditahan dan dipindahkan dari Najaf ke Baghdad. Beliau kemudian dibebaskan sebelum ditahan lagi di Najaf pada Juni 1979. Saudara perempuannya, Bint Al-Huda, yang juga seorang ulama dalam teologi Islam, mengorganisasikan suatu protes menentang penahanan seorang otoritas rujukan tertinggi (marja’), hingga Al-Shadr pun kembali dibebaskan meski tetap dikenai tahanan rumah selama sembilan bulan. Perseteruan yang terus menegang ini berpuncak pada 5 April 1980, beliau ditahan bersama Bint Al-Huda. Tiga hari kemudian mereka dieksekusi. Jasad mereka dibawa dan dimakamkan di An-Najaf. Misteri menelikungi kematian mereka, memunculkan banyak pertanyaan seperti maksud di balik eksekusi dan identitas mereka yang mengarahkan operasi itu (hal. 17).
Ilmu pengetahuan dan watak alam semesta dibedah secara ekstensif dalam buku filsafat ini. Sejumlah ihtisar dan kritik terhadap doktrin yang dikembangkan Rene Descartes, John Locke, kaum idealis, kaum skeptisisme modern, serta kaum relativis terdefinisikan sebagai berikut; Pengetahuan manusia terdiri dari dua jenis yakni konsepsi dan persetujuan. Konsepsi tak memiliki nilai objektif, sementara persetujuan secara esensial mengungkapkan realitas objektif. Kedua, semua pengetahuan jenis persetujuan dapat dinisbatkan pada pengetahuan primer niscaya yang keniscayaannya tidak dapat dibuktikan dan yang kebenarannya tak dapat dibuktikan. Namun, pikiran menyadari keniscayaan untuk menerimanya dan memercayai kebenarannya. Ketiga, kita tahu bahwa pengetahuan jenis persetujuan ialah yang mengungkapkan objektivitas konsepsi dan eksistensi suatu realitas objektif konsep yang ada dalam pikiran kita (hal. 189). Dengan mendasarkan pada nilai positif dan peran logika, serta menggali tradisi filsafat Islam secara lebih luas, penulis mengkritik empirisme, materialisme-dialektis, dan aliran-aliran pemikiran lain yang sedang meruyak di dunia saat ini.
Beberapa pandangan filsafat tentang dunia dalam kacamata dialektika atau perselisihan, prinsip kausalitas, serta materi, diberi catatan kaki dengan argumentasi teologis lewat contoh-contoh sederhana yang mudah dicerna. Klarifikasi yang beliau ajukan tentu saja semakin menambah wawasan kita terhadap dunia filsafat yang konon merupakan dunianya orang-orang yang berjalan di atas air.*

(Nur Hadi, Harian Singgalang 22 Februari 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar