Membaca Secara Ekstensif Tradisi
Filsafat Islam
Judul Buku : Falsafatuna
(Pandangan terhadap Pelbagai Aliran Filsafat Dunia)
Penulis :
Muhammad Baqir Ash-Shadr
Penerbit :
Penerbit Mizania
Cetakan :
Pertama, September 2014
Tebal :
444 halaman
ISBN :
978-979-433-831-5
Muhammad Baqir Ibn Al-Sayyid Haidar Ibn Isma’il
Al-Shadr adalah seorang sarjana, ulama, guru, dan tokoh politik yang lahir di
Kazimain, Baghdad,
Irak, pada (2350H/1931M). Pada usia empat tahun ia harus kehilangan ayah dan
kemudian diasuh oleh ibu dan kakak laki-lakinya, Isma’il, yang juga seorang mujtahid terkenal di Irak. Sejak masa
kanak, beliau sudah menunjukkan tanda kegeniusan. Ketika berusia sepuluh,
beliau berceramah tentang sejarah Islam, serta tentang beberapa aspek lain
budaya Islam. Beliau mampu memahami isu-isu teologis yang sulit bahkan tanpa
bantuan seorang guru pun. Pada usia sebelas, beliau mengambil kajian logika,
dan menulis buku yang mengkritik para filosof. Dan pada usia tiga belas tahun,
kakaknya mengajarkan ushul fiqh. Pada
usia sekitar enam belas, beliau pindah ke Najaf untuk menuntut pendidikan yang
lebih baik dalam berbagai cabang ilmu Islam, sehingga hasilnya empat tahun
kemudian beliau menghasilkan sebuah ensiklopedia tentang ilmu ushul, Ghayat Al-Fikr fi Al-Ushul. Pada
usia dua lima,
beliau telah mengajar bahts kharij (tahap
terakhir ushul). Dan patut disebutkan
pula bahwa pada usia tiga puluh beliau menjadi seorang mujtahid. Dalam karya-karyanya, beliau kerap menyerang dialektika materialistis,
dan menyokong konsep Islam dalam membedakan antara kebenaran dan kesalahan. Beliau
juga pernah intens menulis secara panjang lebar tentang ekonomi Islam, dan
sering dimintai konsultasi oleh berbagai organisasi Islam, seperti Bank
Pembangunan Islam.
Karena ajaran-ajaran dan keyakinan-keyakinan
politiknya, yang menyebabkan dia mengutuk rezim Ba’ats di Irak sebagai pihak
yang melanggar hak-hak asasi manusia dan Islam, beliau kemudian ditahan dan
dipindahkan dari Najaf ke Baghdad.
Beliau kemudian dibebaskan sebelum ditahan lagi di Najaf pada Juni 1979.
Saudara perempuannya, Bint Al-Huda, yang juga seorang ulama dalam teologi
Islam, mengorganisasikan suatu protes menentang penahanan seorang otoritas
rujukan tertinggi (marja’), hingga
Al-Shadr pun kembali dibebaskan meski tetap dikenai tahanan rumah selama
sembilan bulan. Perseteruan yang terus menegang ini berpuncak pada 5 April
1980, beliau ditahan bersama Bint Al-Huda. Tiga hari kemudian mereka
dieksekusi. Jasad mereka dibawa dan dimakamkan di An-Najaf. Misteri menelikungi
kematian mereka, memunculkan banyak pertanyaan seperti maksud di balik eksekusi
dan identitas mereka yang mengarahkan operasi itu (hal. 17).
Ilmu pengetahuan dan watak alam semesta dibedah
secara ekstensif dalam buku filsafat ini. Sejumlah ihtisar dan kritik terhadap
doktrin yang dikembangkan Rene Descartes, John Locke, kaum idealis, kaum skeptisisme
modern, serta kaum relativis terdefinisikan sebagai berikut; Pengetahuan
manusia terdiri dari dua jenis yakni konsepsi dan persetujuan. Konsepsi tak
memiliki nilai objektif, sementara persetujuan secara esensial mengungkapkan
realitas objektif. Kedua, semua pengetahuan jenis persetujuan dapat dinisbatkan
pada pengetahuan primer niscaya yang keniscayaannya tidak dapat dibuktikan dan
yang kebenarannya tak dapat dibuktikan. Namun, pikiran menyadari keniscayaan
untuk menerimanya dan memercayai kebenarannya. Ketiga, kita tahu bahwa
pengetahuan jenis persetujuan ialah yang mengungkapkan objektivitas konsepsi
dan eksistensi suatu realitas objektif konsep yang ada dalam pikiran kita (hal.
189). Dengan mendasarkan pada nilai positif dan peran logika, serta menggali
tradisi filsafat Islam secara lebih luas, penulis mengkritik empirisme,
materialisme-dialektis, dan aliran-aliran pemikiran lain yang sedang meruyak di
dunia saat ini.
Beberapa pandangan filsafat tentang dunia dalam
kacamata dialektika atau perselisihan, prinsip kausalitas, serta materi, diberi
catatan kaki dengan argumentasi teologis lewat contoh-contoh sederhana yang
mudah dicerna. Klarifikasi yang beliau ajukan tentu saja semakin menambah
wawasan kita terhadap dunia filsafat yang konon merupakan dunianya orang-orang
yang berjalan di atas air.*
(Nur Hadi, Harian Singgalang 22 Februari 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar