Rabu, 20 April 2016

Mengintip Kerajaan Bisnis Warren Buffet



Mengintip Kerajaan Bisnis Warren Buffet



Judul Buku  :  Warren Buffet
Penulis        :  Irvan William
Penerbit       :  Penerbit Saufa
Cetakan       :  Pertama, Februari 2016
Tebal           :  192 halaman
ISBN           :  978-602-391-088-5


Buku ini mengajak kita mengintip sosok yang pada tahun 2010 akhirnya mampu menandingi kekayaan Bill Gates. Menurut pengamatan majalah Forbes, kekayaannya meningkat dari 10 miliar dolar menjadi 62 miliar dolar—mendepak posisi Bill Gates yang hanya memiliki 58 miliar dolar. Dengan mengetahui perjalanan Buffet sejak nol, kita akan mendapatkan banyak inspirasi; tentang kepribadiannya, kematangan  mengambil beberapa strategi penting dalam bisnis, dan terutama motivasi-motivasi berharganya.
Bakat Buffet sebenarnya sudah terlihat sejak umur 10, ketika sang ayah mengajaknya melakukan perjalanan bisnis ke New York City untuk dikenalkan dengan pasar Bursa di New York Stock Exchange. Ada beberapa fakta menarik yang dicatat terkait orang terkaya nomor satu di dunia ini. Ia tidak memiliki rumah mewah dan hanya tinggal di rumah sederhana yang dibeli setelah menikah. Ada perkataannya terkait hal ini yang bisa dijadikan nasihat bagus, membeli rumah yang banyak hanya akan menjadi beban. Sebab yang bisa mendatangkan kebahagiaan adalah ketika menempatinya. Bagi Buffet, aset yang paling berharga adalah kesehatan dan pertemanan abadi (hal. 28).
Buffet juga ternyata tak mau meninggalkan kota kelahirannya. Ia lebih senang menjalankan bisnis dari dalam kamar, dan tak tergoda dengan gaya hidup flamboyan. Ada sebuah kebodohan Buffet yang pernah dilakukannya, yakni membeli saham Berkshire Hathaway. Dalam sebuah wawancara dengan CNBC, Buffet mengungkapkan bahwa Berkshire Hathaway adalah saham paling bodoh yang pernah dibelinya. Bahkan, ia menyebut pembelian perusahaan tekstil di tahun 1964 itu mengakibatkan sebuah blunder bernilai 200 miliar dolar. Mulanya, pembelian itu timbul dari keinginannya untuk membalas dendam kepada CEO Berkshire yang coba mengelabuinya. Namun begitu, Buffet toh tetap dapat mengendalikan bisnisnya sampai meraih predikat sebagai orang terkaya di dunia (hal. 30).
Ada lagi hal mengherankan yang mungkin belum diketahui, bahwa ternyata Buffet tak memanjakan anak-anaknya dengan kelimpahan materi. Ujarnya, “Bukan hal rasional dan benar untuk membanjiri mereka dengan uang. Jika Anda melakukan itu, mereka akan besar kepala dan hanya mengandalkan warisan orangtua.” Seperti halnya ketika Buffet tak mau memanjakan dirinya sendiri dengan sopir pribadi. Ia bahkan mendermakan 80% hartanya, dan pada Juni 2012—bersama Bill Gates, menggelar kampanye bernama “The Giving Pledge” yang programnya membujuk orang-orang kaya Amerika untuk mendonasikan sedikitnya separuh kekayaan mereka untuk kegiatan amal.
Yang mungkin menarik untuk ditiru para entrepreneur muda adalah, keengganannya dalam mengikuti arus pasar. Jika pasar berembus ke timur, ia malah ke barat. Tapi tentu saja hal ini dilakukannya melalui rasionalisasi yang kuat, bukan sekadar main-main. Misalnya saja ketika orang ramai membeli saham dotcom, Buffet justru membeli saham-saham yang sedang dijauhi pasar. Jika masa depan perusahaan bagus, ia akan membeli sahamnya (hal. 38).
Hidangan inti dari buku ini tentu saja adalah beberapa strategi bisnisnya. Memahami karakter saham yang akan dibeli. Katanya, bursa itu seperti Tuhan, menolong orang-orang yang menolong dirinya sendiri. Namun tidak seperti Tuhan, karena bursa tidak mengampuni mereka yang tidak mengetahui apa yang mereka lakukan. Memilih kesederhanaan dan mengenyampingkan kompleksitas. Buffet tak pernah terpengaruh dengan beredarnya isu di kalangan investor saham. Ia juga dikenal cakap dalam menciptakan nilai tambah. Ketika membeli perusahaan yang hampir bangkrut, ia akan melakukan perbaikan sebaik mungkin dari berbagai aspek.
Strategi bisnis Buffet berbeda dengan kebanyakan investor yang sering bermain dalam jangka pendek. Ia lebih memilih saham yang walaupun dalam jangka pendek mengalami fluktuasi, tetapi dalam jangka panjang memiliki potensi untuk berkembang lebih baik. Hal itu lantaran ia niat membeli bisnis, bukan saham semata. Setiap pebisnis, mungkin memiliki karakteristik tersendiri untuk kenyamanannya dalam berusaha. Tapi, siapa tahu buku ini bisa memperlebar cara pandang dalam melebarkan sayap investasi.*

(Nur Hadi, Harian Nasional, 19-20 Maret 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar