Salju Luruh di Oxford Street
Butiran-butiran putih berjatuhan dari langit Jalan Oxford yang kelabu.
Seperti airmata para dewa yang bersedih. Orang-orang lewat berwajah muram,
tertunduk, tergesa, sembari menyembunyikan jemari ke dalam saku jaket tebal. Mungkin
perubahan cuaca ekstrem ini mulai menjadi beban pikiran mereka.
Berita tentang kekacauan transportasi yang merenggut ratusan nyawa hampir merata di semua benua. British Airways telah membatalkan seluruh penerbangan
dari Bandara Heathrow dan Gatwick. Konon Gatwick bahkan mati beku lantaran
timbunan salju yang melebihi batas kewajaran. Bisa dibayangkan berapa banyak hati yang ikut
membeku lantaran pertemuan tertunda. Jalan Oxford yang biasa bingar pun turut
redup.
“Kenapa kau terlihat terburu sekali?” sebuah tepukan di bahu menghentikan
langkahku. Emily Novacheck. Seorang perempuan aneh yang menegurku dengan sapaan
ganjil saat jumpa pertama. Mengapa mesti terpengaruh merek? katanya. Tanpa
kuminta, Emi kemudian menunjukkan semua toko yang menjual barang-barang bermutu
dengan detailnya. Melebihi pramuniaga yang akhirnya diam menatap Emi lantaran
telah menggagalkan rayuannya kepadaku. Kami pun segera menjadi akrab. Apalagi
kemudian ia menjadi ensiklopedi berjalan yang setiap saat bisa mengantarku ke
toko yang sesuai selera mata dan kekuatan dompet.