Selasa, 23 Mei 2017

Memahami Secara Benar Food Combining



Memahami Secara Benar Food Combining



Judul Buku  :  Food Combining Itu Gampang
Penulis        :  Erikar Lebang
Penerbit       :  Penerbit Qanita
Cetakan       :  Pertama,  Januari 2017
Tebal           :  119 halaman
ISBN           :  978-602-402-010-1


Food Combining (FC) adalah salah satu pola makan yang memperhatikan asupan makanan tidak hanya dari nilai gizinya, tapi ke hal yang lebih substansial, yaitu bagaimana tubuh menyikapi dan mengabsorpsi dengan baik kandungan gizi yang ada dalam satu unsur makanan. Namun bagaimanakah cara memadukannya dengan unsur gizi yang lain? Kapan waktu yang tepat untuk memakannya? Serupa peta penunjuk arah yang jelas untuk mencapai hidup sehat, buku ini akan memberikan penjelasan rinci terkait FC yang benar.
Mengerjakan Food Combining memang sangat mudah. Petunjuk teknis pelaksanaannya pun terkesan sederhana. Namun demikian, para pelakunya dituntut untuk mengerti (atau paling tidak, berusaha untuk berproses agar mengerti pada akhirnya) ketimbang cuma mengekor, agar bisa mandiri. Selain itu juga dibutuhkan kedisiplinan dalam bentuk pengulangan apa yang dilakukan setiap hari hingga sampai pada taraf nyaman/nikmat saat menjalaninya, sebab tanpa pemahaman, sering, pelaku FC akan senantiasa merasa dalam kondisi ‘menderita’, atau ‘terpaksa’, bahkan ‘tersiksa’ yang akhirnya menjadi bulan-bulanan atau ejekan dari lingkungan sekitar. Hal itu juga akan membuat mereka tidak risau dengan naik turunnya berat badan, tidak panik melakukan upaya ‘cleansing’, ‘detoxing’, atau tindakan represif gila-gilaan untuk mengembalikan berat badan yang ujung-ujungnya malah membuat mereka tergolek di rumah sakit.
Pemahaman terhadap Food Combining yang benar juga akan membuat pelakunya lebih bertanggugjawab pada hidup. Ketika jatuh sakit, pelaku FC haruslah terbiasa berintrospeksi, pantangan mana yang saya langgar? Apa yang sudah saya lakukan? Mereka tahu persis, penyakit lahir dari kesalahan dalam menyikapi situasi (hal. 10). Oleh karenanya, biasanya saat berhadapan dengan situasi spesial, mereka juga sudah menyiapkan langkah darurat spesial.
Food Combining sejatinya membagi makanan dalam beberapa unsur. Namun, untuk lebih menyederhanakannya, mari kita jadikan tiga unsur saja karena unsur ini popular dan mudah dimengerti masyarakat awam, yakni protein, pati, dan sayuran. Namun FC ini jangan pula disalahartikan sebagai diet kalori, sebab saat tubuh kekurangan pasokan energi, dia pun akan protes. Demikian pula dengan miskonsepsi tentang sarapan buah (hal. 21).
Intinya, tubuh manusia membutuhkan manfaat yang dikandung makanan sesuai kebutuhan. Saat manusia mengonsumsi makanan dengan cara baik dan benar, sejatinya tubuh punya kapasitas menentukan sendiri apa yang akan diambil dan dibuang. Tegas Erikar, bukan kalorinya yang harus didikte sekian dan sekian, baru pas untuk badan. Jika tubuh kelebihan kalori, berarti cara makannya yang salah. Bukan lantas didikte mengasup kalori sekian-sekian nisbi mengoreksi kesalahan makan secara umum.
Setali tiga uang, buku ini tampaknya juga ingin menepis anggapan bahwa Food Combining itu ilmu ngawur lantaran tak sejalan dengan teori konvensional (hal. 47). Erikar mengatakan kesalahpahaman itu bermula dari asumsi salah bahwa tubuh hanyalah sekadar objek. Misalnya saja saat puasa, yang akan memicu pemikiran bahwa lapar yang selama 12 jam itu pasti akan terback-up dengan makan banyak yang tinggi kalori, padati semua unsur kebutuhan tubuh; lemak, karbohidrat, dan proteinnya. Dari poin itulah sebenarnya ilmu gizi telah melewatkan poin penting perihal siklus cerna manusia.
Waktu sahur, sesuai siklus cerna, lokasinya berada pada wilayah krusial, yakni waktu revitalisasi besar-besaran tubuh antara pukul 20.00-04.00. sementara, siklus lanjutannya adalah 04.00-12.00, momen siklus cerna berusaha mengeluarkan sisa limbah metabolisme tadi. Kedua siklus ini membutuhkan energi yang sangat besar. Makanya, tubuh tidak mengalokasikan energi cukup untuk mencerna makanan berat.
Selain meluruskan tuduhan-tuduhan miring terkait Food Combining, buku ini juga berusaha meluruskan terkait pola makan yang benar. Tubuh tak bisa didikte dengan mengurangi atau menambah makan, dipaksa makan sesuatu karena dianggap memiliki kandungan tertentu. Tapi, menghormati tubuh dengan lebih dulu mengenali apa yang dibutuhkan. Bagaimana cara tubuh bekerja, baru kemudian dicarikan makanan yang pas. Begitu.*

Nur Hadi, Harian Tribun Jateng, Minggu 16 April 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar