Membermaknakan Kegiatan Belajar-Mengajar
Judul Buku : CTL
Contextual Teaching & Learning
Penulis :
Elaine B. Johnson, Ph.D.
Penerbit :
Penerbit Kaifa
Cetakan :
Pertama, Desember 2014
Tebal : 349
halaman
ISBN :
978-602-8994-93-4
Anda mungkin telah mengenal beberapa metode dan
pendekatan belajar seperti Quantum Learning, Accelerated Learning, Active
Learning, Cooperative Learning, dan Brain Based Learning. Buku yang disusun
oleh seorang pengajar yang telah menerima penghargaan dari University of
Chicago atas metode mengajarnya yang luar biasa ini, akan mendedah tentang
sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa seorang pembelajar
akan mau dan mampu menyerap materi pelajaran jika mereka dapat menangkap makna
pelajaran tersebut. Buku ini mendedah dasar-dasar filosofi tersebut dari sudut
pandang ilmu psikologi, ilmu saraf, fisika, serta biologi modern.
Buku ini menjelaskan penerapan delapan komponen CTL
secara panjang lebar. Yakni; membuat keterkaitan yang bermakna, pembelajaran
mandiri, melakukan pekerjaan yang berarti, bekerja sama, berpikir kritis dan
kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang
tinggi, serta menggunakan penilaian autentik.
Dipengaruhi oleh pandangan ilmiah baru abad ke-20,
para pendidik merasa perlu berpikir ulang mengenai cara mengajar. Pembelajaran
dan pengajaran kontekstual, sebagai sebuah sistem mengajar didasarkan pada
pikiran bahwa makna muncul dari hubungan antara isi dan konteksnya. Konteks
memberikan makna pada isi. Semakin banyak keterkaitan yang ditemukan siswa
dalam suatu konteks yang luas, semakin bermaknalah isinya bagi mereka. Jadi,
sebagian besar tugas guru adalah menyediakan konteks (hal. 35). Kadang, waktu
para siswa dan mahasiswa hanya dihabiskan untuk mengisi buku tugas,
mendengarkan pengajar, dan menyelesaikan latihan-latihan yang membosankan.
Alih-alih mengikuti ujian yang mengungkapkan pemahaman, mereka hanya mengikuti
ujian-ujian yang mengukur daya hafal fakta. CTL coba mengatasi keterbatasan
sistem pendidikan tradisional, menolak dualisme—menyatukan pemikiran dengan
tindakan.
Para pendidik yang
menyetujui pandangan ilmu pengetahuan bahwa alam semesta itu hidup, tidak diam,
dan ditopang oleh prinsip kesaling-bergantungan, diferensiasi, dan organisasi
diri, harus memeluk pandangan dan cara berpikir baru mengenai pembelajaran dan
pengajaran. CTL mencerminkan prinsip kesaling-bergantungan mewujudkan diri. Hal
ini tampak jelas ketika subjek yang berbeda dihubungkan, dan ketika kemitraan
menggabungkan sekolah dengan dunia bisnis dan komunitas. CTL juga menantang
para siswa untuk saling menghormati keunikan masing-masing, menghormati
perbedaan-perbedaan, menjadi kreatif, bekerja sama, menghasilkan gagasan dan
hasil baru yang berbeda, dan menyadari bahwa keragaman adalah tanda kemantapan
dan kekuatan. Sementara dalam pengorganisasian diri akan terlihat ketika siswa
mencari dan menemukan kemampuan dan minat mereka sendiri yang berbeda, mendapat
umpan balik yang diberikan oleh penilaian autentik, mengulas usaha-usaha mereka
dalam tuntunan tujuan yang jelas dan standar yang tinggi, dan berperan serta
dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa yang membuat hati mereka
bernyanyi (hal. 86).
Sementara itu, pembelajaran mandiri diharapkan dapat
memberi kesempatan luar biasa kepada siswa untuk mempertajam kesadaran mereka
akan lingkungan, juga memungkinkan siswa untuk membuat pilihan-pilihan positif
tentang bagaimana mereka akan mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan
sehari-hari. Pola ini akan memungkinkan mereka bertindak berdasar inisiatif
sendiri untuk membentuk lingkungan (hal. 179). Sedangkan berpikir kreatif dan
kritis merupakan dua sisi mata uang. Saat mereka memperbaiki, menggunakan, dan
meningkatkan kapasitas mereka, mereka meningkatkan kesempatan untuk memperkaya
tak hanya kehidupan mereka sendiri, tetapi juga kehidupan masyarakat (hal.
222). Semua hal itu harus berada di bawah bimbingan tanpa tekanan sedikitpun,
melainkan dengan penghargaan yang baik. Tentu saja, demi mencapai standar
tinggi, karena kesejahteraan mereka pada abad ke-21 bergantung pada hal itu.*
Nur Hadi, Harian Singgalang Minggu 5 April 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar