Rabu, 20 Januari 2016

Pengaruh Positif Makanan Mentah terhadap Kesehatan




Pengaruh Positif Makanan Mentah terhadap Kesehatan





Judul Buku  :  Jauhi Penyakit dengan Makanan Mentah
Penulis        :  Prof. Dr. Hwang Sung-Joo, M.D., Ph.D.
Penerbit       :  Penerbit Qanita
Cetakan       :  Pertama,  2015
Tebal           :  167 halaman
ISBN           :  978-602-1637-60-9


Kebanyakan orang berpikir untuk melakukan hal-hal tertentu demi mendapatkan kesehatan; makan nasi, minum suplemen kesehatan, sampai berobat ke rumah sakit. Mereka tidak berpikir untuk menjalani pola hidup sehat. Akibatnya, tanpa disadari tubuh mereka mengalami kerusakan sedikit demi sedikit. Kesehatan sebenarnya terbentuk dari pola makan, pola tidur, rutinitas olahraga, dan faktor-faktor lain. Salah satu faktor pendukung itu bisa didapat juga dari makanan mentah. Makanan mentah mengandung semua gizi yang sangat kita perlukan, di samping juga dapat membantu upaya diet karena kalori dalam satu porsi makanan mentah tidak lebih dari setengah kalori yang diperlukan tubuh dalam satu hari. Fakta itu telah dibuktikan melalui beberapa penelitian (hal. 15).
Pada 1995, Environ Health Perspect menerbitkan sebuah laporan yang membahas kaitan antara tingkat asupan daging dengan risiko timbulnya kanker usus besar. Kesimpulan besar yang didapat, hampir kebanyakan penyakit berawal dari pola makan yang tidak benar. Kita dapat terbebas dari beberapa penyakit tertentu dengan kehati-hatian memilih makanan. Gizi sintetis dirasa kurang baik bagi tubuh kita. Peran makanan mentah terlihat nyata lantaran zat-zat fitokimia yang dikandungnya. Zat-zat yang sebenarnya jauh lebih penting daripada vitamin ini hanya terdapat dalam bahan-bahan alamiah (makanan mentah), dan tidak terdapat dalam makanan sintetis kendati makanan tersebut kaya gizi (hal. 19). Tingginya tingkat pencemaran lingkungan juga mengharuskan kita untuk lebih cermat dalam memilih makanan. Sisa pestisida yang menempel pada bahan makanan, residu antibiotik dalam daging, sisa antiseptik pada makanan olahan, protein beracun, kuman, dan senyawa pengganggu hormon (endocrine disruptor) adalah beberapa di antaranya.
Di era modern ini, orang-orang modern berpikir bahwa mereka harus hidup ‘serbacepat’ untuk meraih kesuksesan. Dalam persoalan makanan pun, hal itu tak jauh beda. Waktu untuk memasak dan menyantap makanan mulai dipandang sebagai waktu yang terbuang percuma. Lahirlah era makanan cepat saji (fast food). Makanan yang diproduksi secara besar-besaran demi memenuhi kebutuhan orang-orang yang sangat sibuk, namun sebenarnya kurang bergizi. Seperti balon udara besar, tetapi hanya berisi udara. Makanan semacam itu hanya mengandung kalori dan sebagian besar akan dibuang oleh tubuh. Di sisi lain, tersedia slow food sebagai makanan alternatif, yang terbuat dari bahan-bahan segar dan mengandung zat-zat bermanfaat bagi tubuh. Menyiapkan dan menyantap makanan ini tidak memerlukan banyak waktu, tapi manfaatnya untuk tubuh bertahan lama. Makanan mentah merupakan slow food, tetapi dapat pula dianggap fast food.  Makanan apa pun yang digoreng atau ditumis dapat disajikan dengan cepat, tetapi makanan yang dimasak dengan cara seperti itu berpotensi untuk meninggalkan limbah di dalam tubuh. Beberapa orang masih takut memakan makanan mentah karena enggan melepaskan ‘kesenangan’ ketika makan. Karena itu, disarankan memakan makanan mentah sekali saja dalam sehari dengan memilih waktu sesuka hati. Makanan mentah dapat menjadi solusi karena memiliki dua keunggulan; baik untuk kesehatan dan dapat dikonsumsi dengan mudah dan cepat (hal. 38).
Dalam sejumlah penelitian bahkan terungkap sejumlah fakta mengenai makanan mentah. Bahwa makanan mentah bisa dijadikan alternatif untuk diet alamiah tanpa efek yoyo dan makanan pendetoksifikasi, pencegah penyakit sekaligus obat alamiah, peningkat kecerdasan dan kecantikan, pengganti kudapan yang bermanfaat, peningkat kekebalan tubuh, peningkat stamina, makanan terbaik untuk mengendalikan kadar gula darah serta melindungi sistem peredaran darah, serta merupakan makanan pencegah kanker. Dengan berbagai alasan tersebut, makanan mentah tampaknya akan disambut baik di era penyakit kronis lantaran adanya keterbatasan dalam ilmu kedokteran modern (hal. 108).*




(Nur Hadi, Koran Jakarta, Kamis 14 Januari 2016)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar