Pengaruh Positif Makanan Mentah terhadap
Kesehatan
Judul Buku : Jauhi
Penyakit dengan Makanan Mentah
Penulis :
Prof. Dr. Hwang Sung-Joo, M.D., Ph.D.
Penerbit :
Penerbit Qanita
Cetakan :
Pertama, 2015
Tebal :
167 halaman
ISBN :
978-602-1637-60-9
Kebanyakan orang berpikir untuk melakukan hal-hal
tertentu demi mendapatkan kesehatan; makan nasi, minum suplemen kesehatan,
sampai berobat ke rumah sakit. Mereka tidak berpikir untuk menjalani pola hidup
sehat. Akibatnya, tanpa disadari tubuh mereka mengalami kerusakan sedikit demi
sedikit. Kesehatan sebenarnya terbentuk dari pola makan, pola tidur, rutinitas
olahraga, dan faktor-faktor lain. Salah satu faktor pendukung itu bisa didapat
juga dari makanan mentah. Makanan mentah mengandung semua gizi yang sangat kita
perlukan, di samping juga dapat membantu upaya diet karena kalori dalam satu
porsi makanan mentah tidak lebih dari setengah kalori yang diperlukan tubuh
dalam satu hari. Fakta itu telah dibuktikan melalui beberapa penelitian (hal.
15).
Pada 1995, Environ Health Perspect menerbitkan
sebuah laporan yang membahas kaitan antara tingkat asupan daging dengan risiko
timbulnya kanker usus besar. Kesimpulan besar yang didapat, hampir kebanyakan
penyakit berawal dari pola makan yang tidak benar. Kita dapat terbebas dari
beberapa penyakit tertentu dengan kehati-hatian memilih makanan. Gizi sintetis
dirasa kurang baik bagi tubuh kita. Peran makanan mentah terlihat nyata
lantaran zat-zat fitokimia yang dikandungnya. Zat-zat yang sebenarnya jauh
lebih penting daripada vitamin ini hanya terdapat dalam bahan-bahan alamiah
(makanan mentah), dan tidak terdapat dalam makanan sintetis kendati makanan
tersebut kaya gizi (hal. 19). Tingginya tingkat pencemaran lingkungan juga
mengharuskan kita untuk lebih cermat dalam memilih makanan. Sisa pestisida yang
menempel pada bahan makanan, residu antibiotik dalam daging, sisa antiseptik
pada makanan olahan, protein beracun, kuman, dan senyawa pengganggu hormon (endocrine disruptor) adalah beberapa di
antaranya.
Di era modern ini, orang-orang modern berpikir bahwa
mereka harus hidup ‘serbacepat’ untuk meraih kesuksesan. Dalam persoalan
makanan pun, hal itu tak jauh beda. Waktu untuk memasak dan menyantap makanan
mulai dipandang sebagai waktu yang terbuang percuma. Lahirlah era makanan cepat
saji (fast food). Makanan yang
diproduksi secara besar-besaran demi memenuhi kebutuhan orang-orang yang sangat
sibuk, namun sebenarnya kurang bergizi. Seperti balon udara besar, tetapi hanya
berisi udara. Makanan semacam itu hanya mengandung kalori dan sebagian besar
akan dibuang oleh tubuh. Di sisi lain, tersedia slow food sebagai makanan alternatif, yang terbuat dari bahan-bahan
segar dan mengandung zat-zat bermanfaat bagi tubuh. Menyiapkan dan menyantap
makanan ini tidak memerlukan banyak waktu, tapi manfaatnya untuk tubuh bertahan
lama. Makanan mentah merupakan slow food,
tetapi dapat pula dianggap fast food. Makanan apa pun yang digoreng atau ditumis
dapat disajikan dengan cepat, tetapi makanan yang dimasak dengan cara seperti
itu berpotensi untuk meninggalkan limbah di dalam tubuh. Beberapa orang masih
takut memakan makanan mentah karena enggan melepaskan ‘kesenangan’ ketika
makan. Karena itu, disarankan memakan makanan mentah sekali saja dalam sehari dengan
memilih waktu sesuka hati. Makanan mentah dapat menjadi solusi karena memiliki
dua keunggulan; baik untuk kesehatan dan dapat dikonsumsi dengan mudah dan
cepat (hal. 38).
Dalam sejumlah penelitian bahkan terungkap sejumlah
fakta mengenai makanan mentah. Bahwa makanan mentah bisa dijadikan alternatif
untuk diet alamiah tanpa efek yoyo dan makanan pendetoksifikasi, pencegah
penyakit sekaligus obat alamiah, peningkat kecerdasan dan kecantikan, pengganti
kudapan yang bermanfaat, peningkat kekebalan tubuh, peningkat stamina, makanan
terbaik untuk mengendalikan kadar gula darah serta melindungi sistem peredaran
darah, serta merupakan makanan pencegah kanker. Dengan berbagai alasan
tersebut, makanan mentah tampaknya akan disambut baik di era penyakit kronis
lantaran adanya keterbatasan dalam ilmu kedokteran modern (hal. 108).*
(Nur Hadi, Koran Jakarta, Kamis 14 Januari 2016)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar