Senin, 14 September 2015

Mencontoh Kiprah Pemimpin Teladan

 Mencontoh Kiprah Pemimpin Teladan



Judul Buku :     Super Hero!
Penulis       :     Robert Junaidi
Penerbit     :     Penerbit Palapa
Cetakan    :      Pertama, 2015
Tebal         :     164 halaman
ISBN        :     978-602-255-837-8



Amartya Sen dalam Democracy and Its Global Roots (2004) mengatakan bahwa demokrasi substansial berarti menumbuhkan kebebasan warga negara untuk menyuarakan kepentingan, pendapat, suara, ide, dan gagasan untuk memengaruhi proses kebijakan. Prosesnya berujung pada pengutamaan kepentingan rakyat dalam mengambil kebijakan. Tak ada pengutamaan kepentingan pada penguasa, kelompok, atau golongan tertentu. Di sinilah peran seorang pemimpin yang berhati rakyat akan terlihat. Mereka akan rela mengorbankan kepentingan dirinya, dan turut berperan sebagai penyambung lidah serta membela kepentingan rakyat, layaknya seorang pahlawan.
Tengok saja misalnya kiprah Tri Rismaharini, Walikota Surabaya periode 2010-2015 yang membawa banyak kemajuan bagi masyarakatnya. Lulusan Institut Teknologi Surabaya jurusan arsitektur yang merupakan penggagas ide lelang melalui internet ini berani menerapkan beberapa kebijakan yang ia anggap relevan meskipun mendapatkan banyak tentangan. Apalagi ia memang sudah menjadikan ketegasan sikap sebagai perisai sebelum jabatan diserahkan kepadanya.
 “Kalau tujuan bapak dan ibu sekalian memilih saya karena hanya ingin mendapatkan materi, maka bapak dan ibu sekalian lebih baik tak usah memilih saya,” demikian ujar Risma (hal. 47). Di bawah kepemimpinan Risma, Surabaya adalah kota pertama yang melakukan terobosan bekerja sama dengan pihak kementrian keuangan dalam hal pembagian data base yang terhubung secara online memang sengaja ditujukan agar mudah saat melakukan pencocokan data wajib pajak, sehingga tercipta pengelolaan yang transparan.
Sosok yang tak segan memberikan keteladanan dengan turun langsung ke jalan raya untuk mengurai kemacetan ini juga dikenal lewat kebijakannya atas penutupan Gang Dolly—sebuah kompleks pelacuran yang disinyalir terbesar se-Asia Tenggara. Dengan program-program pembinaan dan pemberdayaan yang terencana, Risma berusaha menyelamatkan 1.449 mantan PSK yang pernah ‘terjebak’ di sana. Tentu saja dengan risiko yang tak main-main, lantaran ia kemudian mendapatkan ancaman dari pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan kebijakan itu.
Sosok lainnya adalah Abdullah Azwar Anas, bupati Banyuwangi yang beberapa kebijakannya patut dicontoh lantaran amat memihak rakyat kecil. Ia melarang mal-mal berdiri di tengah kota dengan alasan bisa menjadi sumber kemacetan, menyuburkan budaya konsumtif, serta menyelamatkan perekonomian pedagang kecil. Pasar-pasar tradisional ia revitalisasi agar menjadi pasar yang lebih modern dan bisa bersaing melawan para pemodal besar (hal. 136).
Selain itu dia juga tengah mengembangkan konsep ekowisata, yakni berwisata dengan mendatangi tempat-tempat yang masih alami dalam rangka menikmati keindahan alam serta memahami budaya setempat dengan cara mempertahankan kelestarian lingkungan serta menjunjung kebudayaan lokal. Atas kinerjanya dalam memasarkan kabupaten Banyuwangi secara sinergis, Azwar bahkan mendapatkan gelar Indonesian Marketing Champions 2014 dari MarkPlus untuk kategori kalangan pemerintah.
Keenam tokoh yang disorot buku ini masing-masing memang memiliki prestasi yang tak boleh dianggap remeh. Ganjar Pranowo dengan gebrakan pemerintahan yang transparan dan akuntabel. Ridwan Kamil yang sempat mendapatkan Anugerah Parahita Ekapraya (APE) 2013 atas upayanya mendukung kesetaraan gender dan pembangunan yang ramah anak. Serta sosok Bima Arya Sugiarto yang berusaha menjadikan Bogor ‘bersih’ dalam arti yang luas, menampakkan bahwa buku ini memang menyajikan kiprah-kiprah positif yang layak dicontoh oleh daerah-daerah lain.
Sayangnya buku ini tak memaparkan perihal beberapa kontroversi seputar sosok yang diapungkannya ke permukaan. Seperti misalnya yang terlihat pada sosok kontroversial Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang pada 2006 silam sempat dinobatkan oleh TEMPO sebagai salah satu dari 10 tokoh yang mampu mengubah Indonesia. Penyajian berita/informasi secara berimbang, tentu saja tetap masih bisa dijadikan bahan pembelajaran.*

Peresensi: Nur Hadi, Harian Analisa, Rabu 2 September 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar